makalah sistem pertanian terpadu

hai hai readers...
kembali nih di blog knowledge, sama seperti sebelumnya saya akan share makalah..
Makalah sistem pertanian terpadu ini meliputi mix farming (pertanian jenis tumpangsari/campuran), crop-livestock system (sistem tanaman-ternak), dan pertanian/perkebunan tekno-ekologis disini saya akan menjelaskan sedikit tentang tekno-ekologis. tekno sendiri diartikan sebagai teknologi, teknologi yang digunakan bisa tradisional (cangkul, sabit. gunting daun atau rumput, semprotan, dsb) maupun modern (traktor dsb) dan ekologis maksudnya ramah lingkungan. 
Nah, mungkin sudah ada gambaran kan mengenai sistem pertanian terpadu...
selanjutnya kalian bisa baca sendiri lebih jelasnya dibawah ini, maaf ya jika ada penulisan istilah dan kata mohon dimaklumi ya...
langsung aja ya, Cekidot...:)







BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Indonesia merupakan sebuah negara agraris dengan bentangan alam yang sangat luas dan memiliki beranekaragam flora dan fauna endemik. Kekayaaan bentang alam yang luas menjadikan sebagian besar masyarakat Indonesia bekerja di sektor pertanian. Berdasarkan data Badan Pusat Statistika (2013), menyatakan bahwa penduduk yang bekerja di sektor pertanian mencapai 92.910.219 jiwa dengan penduduk yang bekerja di pertanian 31.705.337 jiwa, tanaman pangan 20.399.139 jiwa, hortikultura 11.9 50.989 jiwa, perkebunan 14.116.4665 jiwa dan peternakan 14.738.289 jiwa. Data di atas merupakan fakta bahwa sektor pertanian memiliki peranan dan kontribusi yang sangat penting baik sebagai pemenuhan kebutuhan pokok masyarakat maupun sebagai penopang pembangunan perekonomian bangsa.
Sistem pertanian terpadu Bio Cyclo Farming merupakan sistem memadukan unsur tanaman dengan unsur ternak sedemikian rupa sehingga dua unsur ini menjadi bersinergi satu dengan yang lainnya dan terjadi siklus biologis. Pada instalasi pertanian terpadu BCF skala petani 2,25 hektar, lahan ditata untuk rumah petani, lahan sekitar pekarangan digunakan untuk kandang sapimenampung8 ekor, kandang unggas 200 ekor, instalasi budidaya jamur dan cacing, instalasi biogas, tempat pengolahan silase dan pupuk organic. Dalam sistem integrasi tanaman-ternak, pemanfaatan limbah tanaman sebagai pakan, serta limbah ternak menjadi pupuk dan sumber energi alternatif merupakan potensi yang perlu dikembangkan.Inovasi teknologi pakan ternak dalam Sistem Integrasi Tanaman-Ternak Bebas Limbah (SITT-BL) memberikan peluang yang menggembirakan menuju green and clean agricultural development.Pengembangan usaha tani tanaman dan ternak secara bersama-sama menambah pendapatan petani.
Menurut Soedjana (2007), alasan petani melakukan usaha tani campuran adalah karena kebiasaan (tradisi), untuk memaksimalkan penerimaan dari sumber daya yang terbatas, dan meningkatkan manfaat keterkaitan antar-cabang usaha. Ada beberapa macam metode dari  Sistem Pertanian Terpadu, seperti Usaha Tani Campuran (Mixed Farming System), Sistem Produksi Tanaman-Ternak (Crops-Livestock Production System), Model Pertanian Tekno-Ekologis (di Ekosistem Lahan Sawah) dan Model Pertanian Tekno-Ekologis (di Ekosistem Lahan Perkebunan-Ternak).
1.2  Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian di atas, maka beberapa permasalahan yang dapat dirumuskan adalah sebagai berikut:

1.        Bagaimana model dan penerapan usaha Sistem Pertanian Terpadu ?
2.        Bagaimana analisis biaya produksi usaha Sistem Pertanian Terpadu ?
3.        Bagaimana analisis hasil produksi usaha Sistem Pertanian Terpadu ?





1.3  Tujuan
Tujuan yang ingin dicapai dari pembuatan makalah ini adalah sebagai berikut.
1.3.1        Mengetahui model dan penerapan usaha Sistem Pertanian Terpadu.
1.3.2        Mengetahui analisis biaya produksi usaha Sistem Pertanian Terpadu.
1.3.3        Mengetahui analisis biaya produksi usaha Sistem Pertanian Terpadu.


























BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1       Usaha Tani Campuran (Mixed Farming Systems)
Tumpangsari merupakan suatu usaha menanam beberapa jenis tanaman pada lahan waktu yang sama, yang diatur sedemikian rupa dalam barisan-barisan tanaman (Warsana, 2009).
Sistem tumpang sari dapat meningkatkan produktivitas lahan pertanian jika jenis-jenis yang dikombinasikan dalam sistem ini membentuk interaksi yang menguntungkan. Sistem tanam tumpang sari mempunyai banyak keuntungan yang tidak dimiliki pada pola tanam monokultur. Beberapa keuntungan pada pola tumpang sari antara lain: 1) akan terjadi peningkatan efi siensi (tenaga kerja, pemanfaatan lahan maupun penyerapan sinar matahari), 2) populasi tanaman dapat diatur sesuai yang dikehendaki, 3) dalam satu areal diperoleh produksi lebih dari satu komoditas, 4) tetap mempunyai peluang mendapatkan hasil manakala satu jenis tanaman yang diusahakan gagal, dan 5) kombinasi beberapa jenis tanaman dapat menciptakan stabilitas biologis sehingga dapat menekan serangan hama dan penyakit serta mempertahankan kelestarian sumber daya lahan dalam hal ini kesuburan tanah (Handayani,2011)
            Bermacam jenis tanaman yang dapat ditumpangsarikan dengan tanaman karet seperti tanaman padi, jagung, kedelai, nenas, semangka, cabe, jahe dan pisang. Tanaman tersebut dapat diusahakan sebelum tanaman karet menghasilkan (Firdaus,2007)
            Salah satu usaha dalam menekan tingginya biaya input produksi dalam pengendalian hama dan penyakit adalah dengan menerapkan sistem tanam tumpangsari, karena sistem ini memiliki beberapa keuntungan antara lain efisiensi pengolahan tanah meningkat, pemanfaatan ruang secara ekonomis, efisiensi  penggunaan pupuk meningkat, menekan perkembangan hama dan penyakit, serta meningkatkan pendapatan petani (Sujitno dkk,2012)
 Menanam secara tumpangsari akan dapat meningkatkan pendapatan petani, karena dengan menanam secara tumpangsari penggunaan sarana produksi lebih efisien sehingga biaya produksi dapat lebih rendah dibanding pola tanam secara monokultur. Pola tanam secara tumpangsari dapat meningkatkan produksi, hal ini disebabkan karena berkurangnya hama dan penyakit dengan keadaan di atas keuntungan usahatani tersebut dapat ditingkatkan. Pada pola tanam tumpangsari ada hal yang juga perlu diperhatikan adalah sistem perakaran tanaman (Hermawati,2016)
           
2.2        Sistem Produksi Tanaman-Ternak (Crops-Livestock Production Systems)
Ciri utama integrasi tanaman ternak adalah adanya sinergisme atau keterkaitan yang saling menguntungkan antara tanaman dan ternak. petani memanfaatkan limbah pertanian sebagai pakan ternak ( Kariyasa,2005)
Sistem usahatani terintegrasi (integrated farming system) atau crop-livestock system (CLS) yang dikenal sebagai SIMANTRI di Bali menawarkan intensifikasi sistem produksi tanaman-ternak secara terintegrasi melalui pendaur-ulangan hara tanaman dalam bentuk pupuk kandang untuk memelihara kesuburan tanah. teknologi CLS merupakan salah satu bentuk teknologi produksi sekaligus teknologi konservasi yang dapat digunakan sebagai salah satu upaya pencegahan atau mengurangi lahan kritis (Budiasa dkk,2012)
Pertanian terpadu hortikultura dan ternak dapat mengurangi biaya produksi karena sisa sayuran akan dimanfaatkan sebagai pakan ternak. Feses (kotoran) ternak dijadikan pupuk bagi tanaman hortikultura (Siswati,2012)
Lahan pertanian sawah mencakup 63.299 ha (18%) dari total luas lahan yang ada dan menjadi modal untuk peningkatan produksi padi karena memiliki peluang usaha dalam peningkatan pendapatan petani Untuk memacu peningkatan produktivitas padi dapat digunakan pupuk organik, yang diperoleh dari pemeliharaan ternak dalam sistem integrasi padi-sapi potong. Pola integrasi ternak dengan tanaman pangan atau crop-livestock system (CLS) mampu menjamin keberlanjutan produktivitas lahan melalui kelestarian Sumber daya alam yang ada (Basuni dkk,2010)
Pupuk yang dihasilkan oleh ternak digunakan untuk memupuk tanaman, dan residu tanaman digunakan sebagai pakan ternak. Dalam rangka meningkatkan produksi dan kualitas, mereka memerlukan input yang tinggi seperti pupuk kimia dan pakan buatan pabrik (Nurhidayati dkk, 2008)

2.3              Model Pertanian Tekno-Ekologis (di Ekosistem Lahan Sawah)
Sistem integrasi padi-ternak (SIPT) telah menjadi bagian dari budaya bertani di Indonesia. Sistem ini mampu memanfaatkan sumber daya lokal yaitu bahan ikutan berupa jerami dan dedak, serta kotoran ternak secara efisien. Ciri utama SIPT adanya keterkaitan antara tanaman dan ternak misalnya limbah tanaman (jerami) digunakan sebagai pakan ternak, begitupun sebaliknya kotoran ternak dapat digunakan sebagai pupuk organik untuk tanaman (Yuliani,2014)
Konsep pola integrasi tanaman-ternak merupakan penerapan usaha terpadu antara komoditi tanaman, dalam hal ini padi, dan komoditi peternakan (sapi), yang dengan pola itu jerami padi digunakan sebagai pakan sapi, sedangkan kotoran ternak sebagai bahan utama pembuatan kompos dimanfaatkan untuk pupuk organik yang dapat meningkatkan kesuburan lahan (Priyanti dkk,2008)
Pengolahan tanah dengan traktor mempercepat dan menjamin keseragaman waktu tanam serta meningkatkan intensitas tanam sampai 20% (Nurhidiyati,2008).
Biaya pengendalian hama pada usaha tani kapas tergolong tinggi, yaitu 41% dari biaya produksi, bahkan sebelumnya mencapai 75%. Tingginya biaya tersebut disebabkan pengendalian hama masih bertumpu pada insektisida kimia. Untuk mengurangi biaya pengendalian hama, upaya yang dapat dilakukan antara lain adalah menerapkan teknologi pengendalian berbasis ekologi, yang meliputi tumpang sari kapas dengan kedelai, perlakuan terhadap benih, budi daya tanpa olah tanah, pemanfaatan jerami padi sebagai mulsa, dan penggunaan pestisida nabati (Subiyakto,2011)
Pertanian tekno-ekologis merupakan model pertanian yang dikembangkan dengan memadukan model “pertanian ekologis” dengan pertanian berteknologi maju yang selaras dengan kondisi alam atau ekosistem setempat. Model pertanian ini dapat mencapai target produktivitas secara memuaskan pada komoditas tertentu, seperti padi, jagung, dan kacang-kacangan (Abdurachman, 2008).
2.4     Model Pertanian Tekno-Ekologis (di Ekosistem Lahan Perkebunan-Ternak)
                        Budidaya ternak semi intensif dilakukan oleh peternak yang juga pekebun jeruk, dan hijauan pakan ternak diberikan di kandang. Hijauan pakan ternak disediakan dalam sistem potong angkut, dan umumnya bersumber dari bawah tanaman jeruk, pinggir jalan, dan tempat lainnya (Sariubang, 2010).
                  Integrasi yang banyak dijumpai di Kabupaten Halmahera Selatan adalah integrasi dengan pola sapi-kelapa. Usaha ternak sapi dengan polai ntegrasi dapat memberikan dampak sosial budaya dan ekonomi yang positif. Sistim integrasi ini sangat menguntungkan karena ternak dapat memanfaatkan rumput dan hijauan pakan yang tumbuh liar atau limbah pertanian sebagai pakan selain itu ternak menghasilkan kotoran ternak sebagai pupuk organik untuk meningkatkan kesuburan tanah (Rusnan dkk,2015)
                  Diintegrasikan dengan budi daya ternak sapi dengan luas areal mencapai 10,95 juta hektar. Produk samping industri kelapa sawit (IKS) memiliki biomassa yang sangat besar sebagai sumber pakan sapi. bahwa integrasi sawit-sapi dapat meningkatkan produktivitas kelapa sawit, memperbaiki ekosistem lahan perkebunan dan menambah pasokan daging sapi. Tujuan dari integrasi ini adalah meningkatkan produksi dan populasinya dengan sistem pemeliharaan pola intensif, semi-intensif dan ekstensif (Matondang dan Talib,2015)
Dengan mengintegrasikan pengelolaan perkebunan kelapa sawit dengan pengelolaan ternak sapi akan didapat banyak keuntungan diantaranya adalah tersedianya pupuk organik untuk kelapa sawit, perbaikan struktur tanah lahan perkebunan. tersedianya pakan ternak untuk sapi, dihasilkan gas yang dapat digunaka untuk memasak dan penerangan. Penggunaan hasil limbah sawit untuk sapi dan hasil limbah sapi untuk sawit menjamin keberlanjutan usaha pertanian. Limbah sawit berupa serat buah kelapa sawit, lumpur minyak sawit (sludge) dan bungkil inti sawit (Mildaerizanti,2014)
Pemupukan merupakan kegiatan penambahan unsur hara pada media tumbuh tanaman untuk menyeimbangkan unsur hara yang diperlukan terhadap pertumbuhan tanaman (Nurhidayati, 2008).






BAB III
MATERI DAN METODE

3.1 Waktu dan Lokasi Praktikum
Praktikum dilaksanakan pada tanggal 30 April 2017, dengan lokasi praktikum di kecamatan Pujon kota Batu.
3.2 Materi Praktikum
Pelaksanaan Praktikum Sistem Pertanian Terpadu harus mencakup responden, jenis tanaman, dan jenis ternak yang dibudidayakan oleh petani. Materi praktikum dibagi menjadi empat materi, yaitu Usaha Tani Campuran (Mix Farming System), Sistem Produksi Tanaman-Ternak (Crops-Livestock Production Sysem), model Pertanian Tekno-Ekologis (di ekosistem lahan sawah), dan model Pertanian Tekno-Ekologis (di ekosistem lahan perkebunan-ternak). Berikut nama responden, jenis tanaman, dan jenis ternak dari keempat materi tersebut :
1. Usaha Tani Campuran (Mix Farming System)
Nama responden              : Bu Airiyah
Alamat                             : Desa Sobo, Kecamatan Pujon, Kab. Malang.
No. Hp                             : -
Nama tanaman                 : Terong dan Jagung
2. Sistem Produksi Tanaman-Ternak
Nama responden              : Bu Ida
Alamat                             : Desa Ndelik, Kecamatan Pujon, Kab. Malang.
No. Hp                             : -
Nama tanaman                 : Jagung dan Wortel
Jenis Ternak                     : Sapi Perah
3. Model Pertanian Tekno-Ekologis
Nama responden              : Bapak Ali
Alamat                             : Desa Madirejo, Kecamatan Pujon, Kab. Malang.
No. Hp                             : -
Nama tanaman                 : Jagung
Jenis Ternak                     : Sapi Perah
Teknologi                         : Cangkul


4. Model Pertanian Tekno-Ekologis
Nama responden              : Bu Ida
Alamat                             : Desa Ndelik, Kecamatan Pujon, Kab. Malang.
No. Hp                             : -
Nama tanaman                 : Apel dan Rumput
Jenis Ternak                     : Sapi Perah
Teknologi                         : Diesel Air
3.3 Metode praktikum
Metode survei dipergunakan untuk memperoleh data, yaitu data yang diperoleh langsung dari petani. Teknik pengambilan sampel responden dipilih secara purposive sampling dimana petani yang melakukan sistem pertanian terpadu diwawancarai dengan menggunkan daftar pertanyaan yang telah dipersiapkan. Daftar pertanyaan meliputi identitas rumah tangga petani, karakteristik usaha tani dan komponen biaya produksi, penggunaan dan curahan tenaga kerja, komponen pengeluaran rumah tangga petani, dan kerugian serta pendapatan keluarga.
















BAB IV
HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Usaha Tani Campuran (Mixed Farming System)
Nama responden              : Bu Airiyah
Alamat                             : Desa Sobo, Kecamatan Pujon, Kab. Malang.
No. Hp                             : -
Nama tanaman                 : Terong dan Jagung
Luas lahan                        : 1200 m2
4.1.1 Analisis Usaha
4.1.2.1 Biaya Produksi
NO
NAMA KOMODITAS
HARGA SATUAN PEMBELIAN (Rp)
KUANTITAS
JUMLAH HARGA PEMBELIAN (Rp)
PEMBELIAN DALAM 1 TAHUN (Rp)
1
Bibit Terong
2.500
8 ikat / 8 buah
20.000
40.000
2
Benih Jagung
4.500
4 kg
18.000
36.000
3
Pupuk kandang + sekam
280
50 kg
14.000
28.000
TOTAL MODAL (Rp)
47.000
104.000
Tabel 4.1 Biaya Produksi Mix Farming
4.1.2.1 Pendapatan
NO
NAMA KOMODITAS
JUMLAH PANEN
HARGA SATUAN (Rp)
JUMLAH (Rp)
PENJUALAN DALAM 1 TAHUN (Rp)
1
Terong
60 kg
2.500
150.000
300.000
2
jagung
70 kg
4.500
315.000
945.000
TOTAL PENJUALAN (Rp)
465.000
1.245.000
Tabel 4.2 Pendapatan penjualan dari Mix Farming
Keuntungan dalam 1 Tahun = Total Penjualan  dalam 1 Tahun – Total Modal  dalam 1 Thn
                                                = Rp 1.245.000 – Rp 104.000
                                                = Rp. 1.141.000
4.1.3 Pembahasan
Berdasarkan hasil wawancara dengan respoden yaitu Bu Airiyah diperoleh hasil bahwa usaha tani campuran merupakan usaha tani yang dilakukan lebih dari satu jenis komoditas pada waktu yang bersamaan. Hal ini sesuai dengan pendapat Warsana (2009) yang menyatakan bahwa tumpangsari merupakan suatu usaha menanam beberapa jenis tanaman pada lahan waktu yang sama, yang diatur sedemikian rupa dalam barisan-barisan tanaman.
Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan di Lahan Pertanian milik Bu Airiyah yang beralamatkan di Desa Sobo, Kecamatan Pujon, Kab. Malang, yang memiliki lahan dengan luasan sebesar 1.200 m2, dimana lahan ini ditanami dengan tanaman terong dan jagung. Dengan system penanaman pada satu ruas lahan ditanami terong dan satu ruas lainnya ditanami jagung, sistem penanaman ini disebut dengan sistem penanaman tumpangsari. Hal ini sesuai dengan pendapat Firdaus (2007) bahwa bermacam jenis tanaman yang dapat ditumpangsarikan dengan tanaman karet seperti tanaman padi, jagung, kedelai, nenas, semangka, cabe, jahe dan pisang. Tanaman tersebut dapat diusahakan sebelum tanaman karet menghasilkan
 Berdasarkan hasil wawancara dengan respoden yaitu Bu Airiyah diperoleh hasil bahwa tanaman utama yang ditanam adalah jagung dan terong yang berfungsi untuk memanfaatkan lahan yan kosong. Hal ini sesuai dengan pendapat Sujitno dkk (2012) bahwa Salah satu usaha dalam menekan tingginya biaya input produksi dalam pengendalian hama dan penyakit adalah dengan menerapkan sistem tanam tumpangsari, karena sistem ini memiliki beberapa keuntungan antara lain efisiensi pengolahan tanah meningkat, pemanfaatan ruang secara ekonomis, efisiensi  penggunaan pupuk meningkat, menekan perkembangan hama dan penyakit, serta meningkatkan pendapatan petani. Hal ini juga didukung oleh Hermawati )2016), bahwa menanam secara tumpangsari akan dapat meningkatkan pendapatan petani, karena dengan menanam secara tumpangsari penggunaan sarana produksi lebih efisien sehingga biaya produksi dapat lebih rendah dibanding pola tanam secara monokultur. Pola tanam secara tumpangsari dapat meningkatkan produksi, hal ini disebabkan karena berkurangnya hama dan penyakit dengan keadaan di atas keuntungan usahatani tersebut dapat ditingkatkan. Pada pola tanam tumpangsari ada hal yang juga perlu diperhatikan adalah sistem perakaran tanaman

Keuntungan penggunaan sistem ini ialah salah satunya meningkatkan produktivitas tanah hal ini juga di dukung oleh Handayani (2011) bahwa sistem tumpang sari dapat meningkatkan produktivitas lahan pertanian jika jenis-jenis yang dikombinasikan dalam sistem ini membentuk interaksi yang menguntungkan. Sistem tanam tumpang sari mempunyai banyak keuntungan yang tidak dimiliki pada pola tanam monokultur. Beberapa keuntungan pada pola tumpang sari antara lain: 1) akan terjadi peningkatan efi siensi (tenaga kerja, pemanfaatan lahan maupun penyerapan sinar matahari), 2) populasi tanaman dapat diatur sesuai yang dikehendaki, 3) dalam satu areal diperoleh produksi lebih dari satu komoditas, 4) tetap mempunyai peluang mendapatkan hasil manakala satu jenis tanaman yang diusahakan gagal, dan 5) kombinasi beberapa jenis tanaman dapat menciptakan stabilitas biologis sehingga dapat menekan serangan hama dan penyakit serta mempertahankan kelestarian sumber daya lahan dalam hal ini kesuburan tanah.

4.2 Sistem Produksi Tanaman – Ternak ( Crops-Livestock Production System)
Nama responden              : Bu Ida
Alamat                             : Desa Ndelik, Kecamatan Pujon, Kab. Malang.
No. Hp                             : -
Nama tanaman                 : Jagung dan Wortel
Jenis Ternak                     : Sapi Perah
Luas lahan                        : 1500 m2
4.2.1 Analisis Usaha
4.2.2.1 Biaya Produksi
NO
NAMA KOMODITAS
HARGA SATUAN PEMBELIAN (Rp)
KUANTITAS
JUMLAH HARGA PEMBELIAN (Rp)
PEMBELIAN DALAM 1 TAHUN (Rp)
1
Benih Jagung
4.500
3 kg
13.500
40.500
2
benih wortel
5.000
2 kg
10.000
30.000
3
Pupuk kandang + sekam
300
50 kg
15.000
45.000
TOTAL MODAL (Rp)
38.500
115.500
Tabel 4.3 Biaya Produksi Crops-Livestock Production System
4.2.2.2 Pendapatan
NO
NAMA KOMODITAS
JUMLAH PANEN
HARGA SATUAN (Rp)
JUMLAH (Rp)
PENJUALAN DALAM 1 TAHUN (Rp)
1
Jagung
70 kg
4.500
315.000
945.000
2
Wortel
2500 kg
7.000
17.500.000
52.500.000
TOTAL PENJUALAN (Rp)
17.815.000
53.445.000
Tabel 4.4 Penjualan Komoditas Pertanian dari Crops-Livestock Production System

Keuntungan Dalam 1 Tahun = Total Penjualan dalam 1 Tahun – Total Modal dalam 1 Thn
          = Rp. 53.329.500
NO
NAMA PENGELUARAN
HARGA SATUAN
KUANTITAS / HARI
JUMLAH / HARI
1
Hijauan
500
120 kg
60.000
2
Konsentrat
2.850
7 kg
19.950
3
Perawatan kandang
1.000
1 kali
1.000
TOTAL MODAL
80.950
Tabel 4.5 Modal Sapi Perah  (Penghitungan Per Hari)
Total Penjualan    = Jumlah Produksi Susu Per Hari X Harga Jual Susu Per Liter
 =  (17 X 6) X 5.500 = Rp. 561.000
Keuntungan         = Total Penjualan – Total Modal
                             = Rp 480.050
4.2.3 Pembahasan
Berdasarkan hasil wawancara dengan respoden petani yang menerapkan system pertanian crops-livestock production sistem diperoleh pengertian bahwa Crops - Livestock Production System merupakan usaha tani campuran yang dilakukan dengan mengintegrasikan antara sistem tanaman pangan, tanaman pakan ternak dan ternak. Hal ini sesuai dengan pendapat Sembiring (2005) menyatakan bahwa lahan pertanian sawah mencakup 63.299 ha (18%) dari total luas lahan yang ada dan menjadi modal untuk peningkatan produksi padi karena memiliki peluang usaha dalam peningkatan pendapatan petani Untuk memacu peningkatan produktivitas padi dapat digunakan pupuk organik, yang diperoleh dari pemeliharaan ternak dalam sistem integrasi padi-sapi potong. Pola integrasi ternak dengan tanaman pangan atau crop-livestock system (CLS) mampu menjamin keberlanjutan produktivitas lahan melalui kelestarian sumber daya alam yang ada, hal ini juga didukung oleh Budiasa, dkk (2012) yang menyatakan bahwa sistem usahatani terintegrasi (integrated farming system) atau crop-livestock system (CLS) yang dikenal sebagai SIMANTRI di Bali menawarkan intensifikasi sistem produksi tanaman-ternak secara terintegrasi melalui pendaur-ulangan hara tanaman dalam bentuk pupuk kandang untuk memelihara kesuburan tanah. teknologi CLS merupakan salah satu bentuk teknologi produksi sekaligus teknologi konservasi yang dapat digunakan sebagai salah satu upaya pencegahan atau mengurangi lahan kritis.
Berdasarkan hasil wawancara dengan respoden diperoleh bahwa ciri utama dari model pertanian crop-livestock production system adalah adanya sinergisme atau keterkaitan yang saling menguntungkan antara tanaman dan ternak. Hal ini sesuai dengan pendapat Siswati (2012) bahwa pertanian terpadu hortikultura dan ternak dapat mengurangi biaya produksi karena sisa sayuran akan dimanfaatkan sebagai pakan ternak. Feses (kotoran) ternak dijadikan pupuk bagi tanaman hortikultura
 Praktikum survey lahan pertanian ini kami lakukan di Desa Ndelik, Kecamatan Pujon, Kab. Malang. Praktikum ini dilakukan pada sebidang tanah milik bu Ida. Luas lahan yang dimiliki oleh Bapak Ida adalah 0,15 ha atau 1.500 m2, dalam lahan tersebut hijauan pakan ternak yang ditanam adalah jagung, sedang tanaman pangan yang ditanam adalah berupa wortel dan komoditi ternak yang dipelihara adalah sapi jenis perah Friesian Holstein dengan jumlah 6 ekor.
Berdasarkan hasil wawancara dengan respoden yaitu pembagian luasan lahan yang dimiliki oleh Bu Ida untuk melakukan kegiatan pertanian adalah sebagai berikut, dalam luas lahan 500 m2, digunakan untuk menanam tanaman jagung.. Sedangkan tanaman wortel dengan luasan lahan yang digunakan sebesar 1000 m2. Hasil dari panen wortel dan jagung ini akan dijual dan keuntungan yang didapat adalah milik Ibu Ida sendiri, dan sebagian dipergunakan untuk membeli bibit jagung dan pupuk urea. Limbah dari pertanian itu atau jerami jagung dimanfaatkan sebagai pakan ternaknya. Hal ini ijuga diperjelas oleh Nurhidayati, dkk(2008) yang menyatakan bahwa pupuk yang dihasilkan oleh ternak digunakan untuk memupuk tanaman, dan residu tanaman digunakan sebagai pakan ternak. Dalam rangka meningkatkan produksi dan kualitas, mereka memerlukan input yang tinggi seperti pupuk kimia dan pakan buatan pabrik.
Berdasarkan hasil wawancara dengan respoden diperoleh bahwa ternak sapi yang dimiliki oleh Ibu Ida dipelihara dalam system kandang (intensif). Kandang yang digunakan memiliki ukuran 20 x 15 m2. Hal ini sesuai dengan apa yang diterapkan oleh Ibu Ida dimana bahwa ternak sapi yang dipelihara untuk menghasilkan penghasilan tambahan dimana sapi perah yang dipelihara mempunyai produksi susu sehari 15 liter yang nantinya akan disetorkan ke KUD. Berdasarkan hasil wawancara dengan respoden diperoleh hasil bahwa sistem  Crops - Livestock Production System  memiliki keuntungan untuk meminimalisir adanya kerugian hal ini didukung oleh Kariyasa (2005) menyatakan bahwa ciri utama integrasi tanaman ternak adalah adanya sinergisme atau keterkaitan yang saling menguntungkan antara tanaman dan ternak petani memanfaatkan limbah pertanian sebagai pakan ternak

4.3 Model Pertanian Tekno-Ekologis (di Ekosistem Lahan Sawah)
Nama responden              : Bapak Ali
Alamat                             : Desa Madirejo, Kecamatan Pujon, Kab. Malang.
No. Hp                             : -
Nama tanaman                 : Jagung
Jenis Ternak                     : Sapi Perah
Teknologi                         : Cangkul
Luas lahan                        : 1.500 m2
4.3.1 Analisis Usaha
4.3.2.1 Biaya Produksi
NO
NAMA KOMODITAS
HARGA SATUAN PEMBELIAN (Rp)
KUANTITAS
JUMLAH HARGA PEMBELIAN (Rp)
PEMBELIAN DALAM 1 TAHUN (Rp)
1
Bibit padi
15.000
20 kg
300.000
900.000
2
Pupuk urea
1.500
40 kg
60.000
60.000
3
Pupuk kandang + sekam
300
50 kg
15.000
45.000
TOTAL MODAL (Rp)
375.000
1.005.000
Table 4.6 Modal Komoditas Pertanian Tekno-Ekologis
4.3.2.2 Pendapatan
NO
NAMA KOMODITAS
JUMLAH PANEN
HARGA SATUAN (Rp)
JUMLAH (Rp)
PENJUALAN DALAM 1 TAHUN (Rp)
1
Padi
300 kg
4.500
1.350.000
4.050.000
TOTAL PENJUALAN (Rp)
1.350.000
4.050.000
Tabel 4.7 Penjualan Komoditas Pertanian tekno-ekologis
Keuntungan dalam 1 Tahun = Total Penjualan dalam 1 Thn – Total Modal dalam 1 Thn
                                                 = Rp. 3.045.000
NO
NAMA PENGELUARAN
HARGA SATUAN
KUANTITAS / HARI
JUMLAH / HARI
1
Hijauan
500
80 kg
40.000
2
Konsentrat
2.850
7 kg
19.950
3
Perawatan kandang
1.000
1 kali
1.000
TOTAL MODAL
60.950
Tabel 4.8 Modal Sapi Perah  (Penghitungan Per Hari)
Total Penjualan = Jumlah Produksi Susu Per Hari X Harga Jual Susu Per Liter
                           =  17 X 4 X 5.500 = Rp. 374.000
Keuntungan            = Total Penjualan – Total Modal = Rp 313.050
4.3.2 Pembahasan
Berdasarkan hasil praktikum yang kami lakukan pada tanggal 30 April 2017 diperoleh bahwa pada pertanian milik Bapak Ali menggunakan sistem pertanian tekno-ekologis yaitu lahan pertanian padi. Hal ini sesuai dengan pendapat Abdurachman (2008) yang menyatakan bahwa Pertanian tekno-ekologis merupakan model pertanian yang dikembangkan dengan memadukan model “pertanian ekologis” dengan pertanian berteknologi maju yang selaras dengan kondisi alam atau ekosistem setempat. Model pertanian ini dapat mencapai target produktivitas secara memuaskan pada komoditas tertentu, seperti padi, jagung, dan kacang-kacangan.
Dalam usaha pertanian Bapak Ali untuk menambah pendapatan, Bapak Ali juga melakukan integrasi dengan ternak sapi perah sebagai sub sistem yang memanfaatkan hasil pertanian yaitu jerami padi. Hal ini sesuai dengan pendapat Yuliani (2014) menyatakan bahwa sistem integrasi padi-ternak (SIPT) telah menjadi bagian dari budaya bertani di Indonesia. Sistem ini mampu memanfaatkan sumber daya lokal yaitu bahan ikutan berupa jerami dan dedak, serta kotoran ternak secara efisien. Ciri utama SIPT adanya keterkaitan antara tanaman dan ternak misalnya limbah tanaman (jerami) digunakan sebagai pakan ternak, begitupun sebaliknya kotoran ternak dapat digunakan sebagai pupuk organik untuk tanaman
Peternakan sapi perah milik Bapak Ali juga menghasilkan kotoran yang kemudian dimanfaatkan sebagai pupuk kompos atau pupuk organik. Pupuk kompos tersebut digunakan sebagai pupuk lahan pertanian. Hal ini sependapat dengan Priyanti, dkk (2008) bahwa konsep pola integrasi tanaman-ternak merupakan penerapan usaha terpadu antara komoditi tanaman, dalam hal ini padi, dan komoditi peternakan (sapi), yang dengan pola itu jerami padi digunakan sebagai pakan sapi, sedangkan kotoran ternak sebagai bahan utama pembuatan kompos dimanfaatkan untuk pupuk organik yang dapat meningkatkan kesuburan lahan. Karena itu, sistem ini berpotensi meningkatkan pendapatan petani. Pupuk kandang yang merupakan limbah ternak dapat dimanfaatkan sebagai sumber bahan organik tanah. 
Pertanian milik bapak Ali memakai cangkul sebagai alat dalam pengolahan tanahnya. Pengolahan tanah menggunakan traktor dapat mempermudah dan mempercepat penggarapan lahan traktor merupakan pola integrasi kompleks, dimana penggunaan traktor dapat mempercepat waktu tanam dibandingkan dengan menggunakan cangkul. Hal ini sesuai dengan pernyataan Nurhidiyati (2008) yang menyatakan bahwa pengolahan tanah dengan traktor mempercepat dan menjamin keseragaman waktu tanam serta meningkatkan intensitas tanam sampai 20%.
Biaya pengendalian hama pada usaha tani kapas tergolong tinggi, yaitu 41% dari biaya produksi, bahkan sebelumnya mencapai 75%. Tingginya biaya tersebut disebabkan pengendalian hama masih bertumpu pada insektisida kimia. Untuk mengurangi biaya pengendalian hama, upaya yang dapat dilakukan antara lain adalah menerapkan teknologi pengendalian berbasis ekologi, yang meliputi tumpang sari kapas dengan kedelai, perlakuan terhadap benih, budi daya tanpa olah tanah, pemanfaatan jerami padi sebagai mulsa, dan penggunaan pestisida nabati (Subiyakto,2011)
   
4.4     Model Pertanian Tekno-Ekologis (di Ekosistem Perkebunan-Ternak)
Nama responden              : Bu Ida
Alamat                             : Desa Ndelik, Kecamatan Pujon, Kab. Malang.
No. Hp                             : -
Nama tanaman                 : Apel dan Rumput
Jenis Ternak                     : Sapi Perah
Teknologi                         : Diesel Air
Luas lahan                        : 12000 m2


4.4.1   Analisis Usaha
4.4.1.1   Biaya Produksi
NO
NAMA KOMODITAS
HARGA SATUAN PEMBELIAN (Rp)
KUANTITAS
JUMLAH HARGA PEMBELIAN (Rp)
PEMBELIAN DALAM 1 TAHUN (Rp)
1
Bibit apel
85.000
150 stek
127.500.000
127.500.000

2
Pupuk kimia
1.500
150 kg
225.000
225.000

3
Pupuk kandang + sekam
300
150 kg
45.000
45.000

TOTAL MODAL (Rp)
127.265.000
127.265.000

Table 4.9 Modal Perkebunan Apel

4.4.1.2   Pendapatan
NO
NAMA KOMODITAS
JUMLAH PANEN
HARGA SATUAN (Rp)
JUMLAH (Rp)
PENJUALAN DALAM 1 TAHUN (Rp)
1
Apel kualitas baik
4000 kg
9.500
38.000.000
152.000.000
2
Apel kualitas jelek
1000 kg
7.500
7.500.000
30.000.000
TOTAL PENJUALAN (Rp)
45.500.000
182.000.000
Tabel 5.0 Penjualan Komoditas Perkebunan Apel
Keuntungan dalam 1 Tahun = Total Penjualan dalam 1 Tahun – Total Modal dalam 1 thn                                                       = Rp. 54.735.000
NO
NAMA PENGELUARAN
HARGA SATUAN
KUANTITAS / HARI
JUMLAH / HARI
1
Hijauan
500
120 kg
60.000
2
Konsentrat
2.850
7 kg
19.950
3
Perawatan kandang
1.000
1 kali
1.000
TOTAL MODAL
80.950
Tabel 5.1 Modal Sapi Perah  (Penghitungan Per Hari)
Total Penjualan           = Jumlah Produksi Susu Per Hari X Harga Jual Susu Per Liter
=  17 x 6 x 5.500 = Rp. 561.000
Keuntungan                = Total Penjualan – Total Modal
                                    = Rp 480.050

4.4.2        Pembahasan
Berdasarkan praktikum kunjungan lapang dan survey terhadap responden, pertanian tekno-ekologis di kebun apel yaitu memadukan atau mencampurkan teknologi dalam proses budidayanya. Dengan mengintegrasikan pengelolaan perkebunan kelapa sawit dengan pengelolaan ternak sapi akan didapat banyak keuntungan diantaranya adalah tersedianya pupuk organik untuk kelapa sawit, perbaikan struktur tanah lahan perkebunan. tersedianya pakan ternak untuk sapi, dihasilkan gas yang dapat digunaka untuk memasak dan penerangan. Penggunaan hasil limbah sawit untuk sapi dan hasil limbah sapi untuk sawit menjamin keberlanjutan usaha pertanian. Limbah sawit berupa serat buah kelapa sawit, lumpur minyak sawit (sludge) dan bungkil inti sawit (Mildaerizanti,2014)
Penerapan sistem pertanian terpadu lebih banyak diterapkan oleh masyarakat, dikarenakan sistem ini menghasilkan produk lebih banyak dan mengguntungkan. Selain itu, penerapan sistem pertanian terpadu ini meminimalkan risiko kegagalan panen dari masing-masing jenis tanaman yang ditanam. Hal ini sesuai dengan pendapat Rusnan, dkk (2015) bahwa integrasi yang banyak dijumpai di Kabupaten Halmahera Selatan adalah integrasi dengan pola sapi-kelapa. Usaha ternak sapi dengan polai ntegrasi dapat memberikan dampak sosial budaya dan ekonomi yang positif. Sistim integrasi ini sangat menguntungkan karena ternak dapat memanfaatkan rumput dan hijauan pakan yang tumbuh liar atau limbah pertanian sebagai pakan selain itu ternak menghasilkan kotoran ternak sebagai pupuk organik untuk meningkatkan kesuburan tanah. hal ini juga didukung oleh Sariubang (2010) bahwa budidaya ternak semi intensif dilakukan oleh peternak yang juga perkebun jeruk, dan hijauan pakan ternak diberikan di kandang. Hijauan pakan ternak disediakan dalam sistem potong angkut, dan umumnya bersumber dari bawah tanaman jeruk, pinggir jalan, dan tempat lainnya
Berdasarkan dari hasil survei dan wawancara secara langsung yang dilakukan di kebun milik Ibu Ida yang bertempat di Desa Desa Ndelik, Kecamatan Pujon, Kab. Malang. Hasil obervasi yang telah dilakukan jenis tanaman kebun yang ditanaman dilahan perkebunan milik Ibu Ida adalah pohon apel malang, apel ana, apel wanglin dan apel manalagi dengan lahan seluas 12000 m2. Tanaman apel tersebut dipupuk dengan pupuk kandang yang diberikan pada awal penanaman, dan pupuk kimia untuk pupuk lanjutan yang berjumlah untuk 150 kg. Menurut Nurhidayati, dkk (2008), pemupukan merupakan kegiatan penambahan unsur hara pada media tumbuh tanaman untuk menyeimbangkan unsur hara yang diperlukan terhadap pertumbuhan tanaman.
Apel dapat dipanen 4 kali dalam setahun, pohon apel yang ditanam kurang lebih berjumlah 150 pohon. Pohon apel milik Ibu Ida sudah berumur lebih dari 5 tahun.. Rumput gajah yang tumbuh dengan subur, kemudian dapat dipangkas untuk diberikan pada ternak kambing yang dipelihara. Menurut Matondang dan Talib (2015) menyatakan bahwa diintegrasikan dengan budidaya ternak sapi dengan luas areal mencapai 10,95 juta hektar. Produk samping industri kelapa sawit (IKS) memiliki biomassa yang sangat besar sebagai sumber pakan sapi. bahwa integrasi sawit-sapi dapat meningkatkan produktivitas kelapa sawit, memperbaiki ekosistem lahan perkebunan dan menambah pasokan daging sapi. Tujuan dari integrasi ini adalah meningkatkan produksi dan populasinya dengan sistem pemeliharaan pola intensif, semi-intensif dan ekstensif.
 Model pertanian tekno-ekologis dipilih oleh Ibu Ida sebagai model perkebunan dengan hijauan pakan ternak. Model pertanian ini dipilih beliau sebab sangat efektif untuk meningkatkan hasil produksi perkebunannya karena dapat memaksimalkan lahan yang dimiliki dengan penggunaan teknologi pompa air untuk penambah perairan dikebunnya.
                        





















BAB V
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
            Kesimpulan yang dapat diambil dari makalah ini, yaitu ;
1. Mixed farming system merupakan sistem pertanian dimana dalam satu lahan ditanami beberapa jenis tanaman dengan waktu yang sama.
2. Crops - Livestock Production System merupakan usaha tani yang dilakukan dengan diintegrasikan antara system penanaman tanaman pangan, tanaman pakan ternak dan ternak.
3. Sistem pertanian/perkebunan Tekno-Ekologis merupakan usaha tani campuran yang dilakukan dengan menggunakan teknologi tradisional maupun modern dalam melakukan proses penanaman maupun perawatan pada tanaman dan interaksi limbah tanaman dengan ternak

4.2 Saran
      Sebaiknya pada pelaksanaan praktikum pada survey lapang yang dilakukan oleh praktikan didampingin oleh asisten praktikum, serta dalam praktikum lapang dilakukan pembagian wilayah responden sehingga dalam proses pencarian responden yang dilakukan oleh praktikan tidak berebutan dengan kelompok lain.
      Sebaiknya asisten menjelaskan tentang macam-macam model pertanian terpadu dengan sangat jelas, karena asisten hanya menyuruh praktikan kunjungan. Sedangkan praktikan kurang memahami tenttang model-model pertanian terpadu tersebut.

















DAFTAR PUSTAKA
Materi 1
Firdaus,A. 2007. Analisis Finansial Tumpangsari Jagung Pada Perkebunan Karet Rakyat. Balai Pelaksanaan Teknologi Pertanian Jambi: Jambi
Handayani, A. 2011. Pengaruh Model Tumpang Sari Terhadap Pertumbuhan Dan Hasil Tanaman Gandum Dan Tembakau.Jurnal Widyariset 14(3):479-451
Hermawati,D.T.Kajian Ekonomi Antara Pola Tanam Monokultur Dan Tumpangsari Tanaman Jagung, Kubis Dan Bayam. 2016. Jurnal Inovasi. 18(1):66-72
Sujitno,E.,Taemi,F dan Djatnika,I. 2012. Usahatani Tumpang Sari Tanaman Tomat dan Cabai di Dataran Tinggi Kabupaten Garut. Jurnal Agribisnis Pertanian 4(2):58-64
Warsana. 2009. Introduksi Teknologi Tumpangsari Jagung dan Kacang Tanah. Jurnal Ilmu Tanaman dan Ternak 4 (2): 12-18.

MATERI 2
Basuni,R.,Muladno.,Cecep,K dan Suryahadi. 2010. Model Sistem Integrasi Padi – Sapi Potong Di Lahan Sawah. Jurnal Forum Pascasarjana 33(3):177-190
Budiasa,I.W.,Igaa,A.,Mega,M.I,Budiasa,I.K.M. 2012. Optimasi Sistem Usahatani Terintegrasi untuk Memaksimalkan Pendapatan Petani. Jurnal Agribisnis dan Agrowisata. 1(2):96-105
Kariyasa,K. 2005. Sistem Integrasi Tanaman – Ternak Dalam Perspektif Reorientasi Kebijakan Subsidi Pupuk Dan Peningkatan Pendapatan Petani. Jurnal Analisis Kebijakan Pertanian. 3(1):68-80
Nurhidayati., Istirochah, Pujiwati., Anis, Solichah., Djuhari. Dan Abd.Basit. 2008. Pertanian Organik. Malang : E-book Universitas Islam Malang.
Siswati,I. 2012. Pola Pertanian Terpadu Ternak Dan Tanaman Holtikultura di Kota Pekanbaru. Jurnal Peternakan. 9(2):75-82








MATERI 3
Abdurachman, A. 2008. Strategi Dan Teknologi Pengelolaan Lahan Kering Mendukung Pengadaan Pangan Nasional. Jurnal Litbang Peternakan.27(2): 43-49.
Nurhidayati., Istirochah, Pujiwati., Anis, Solichah., Djuhari. Dan Abd.Basit. 2008. Pertanian Organik. Malang : E-book Universitas Islam Malang.
Priyanti,A.,Sinaga,B.M., Yusman,S dan Sri,U.K. 2008. Dampak Program Sistem Integrasi Tanaman –Ternak Terhadap Pendapatan Dan Pengeluaran Petani : Analisis Simulasi Ekonomi Rumah Tangga.Jurnal Forum Pascasarjana. 31(1):45-58
Subiyakto. 2011. Teknologi Pengendalian Hama Berbasis Ekologi Dalam Mendukung Pengembangan Kapas. Jurnal Libang Pertanian. 30(3):81-86
Yuliani,D. 2014. Sistem Integrasi Padi Ternak Untuk Mewujudkan Kedaulatan Petani.Jurnal Agroteknologi. 4(2):15-26

MATERI 4
Matondang,R.H dan Talib,C.2015.Model Pengembangan Sapi Bali Dalam Usaha Integrasi Di Perkebunan Kelapa Sawit.Wartoza 25(3):147-157
Mildaerizanti.2014.Integrasi Sawit Sapi dan Potensinya dalam Mendukung Pertanian Berkelanjutan di Muaro Jambi.Jurnal Litbang Pertanian 16(3):1-8
Nurhidayati., Istirochah, Pujiwati., Anis, Solichah., Djuhari. Dan Abd.Basit. 2008. Pertanian Organik. Malang : E-book Universitas Islam Malang.
Rusnan,H., Kaunag,C.L dan Yohanis,L.T.R.2015.Analisis Potensi Dan Strategi Pengembangan Sapi Potong Dengan Pola Integrasi Kelapa – Sapi Di Kabupaten Halmahera Selatan Provinsi Maluku Utara.Jurnal Zootek 35(2):187-200
Sariubang, M. 2010. Sistem Usaha Tani Integrasi Pembibitan Sapi Bali Dengan Tanaman
          Padi Pada Lahan Sawah. Jurnal Agrosistem 6(1):36-41










 








 

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

contoh manual mutu produk pangan yang sederhana