makalah sistem pertanian terpadu
hai hai readers...
kembali nih di blog knowledge, sama seperti sebelumnya saya akan share makalah..
Makalah sistem pertanian terpadu ini meliputi mix farming (pertanian jenis tumpangsari/campuran), crop-livestock system (sistem tanaman-ternak), dan pertanian/perkebunan tekno-ekologis disini saya akan menjelaskan sedikit tentang tekno-ekologis. tekno sendiri diartikan sebagai teknologi, teknologi yang digunakan bisa tradisional (cangkul, sabit. gunting daun atau rumput, semprotan, dsb) maupun modern (traktor dsb) dan ekologis maksudnya ramah lingkungan.
Nah, mungkin sudah ada gambaran kan mengenai sistem pertanian terpadu...
selanjutnya kalian bisa baca sendiri lebih jelasnya dibawah ini, maaf ya jika ada penulisan istilah dan kata mohon dimaklumi ya...
langsung aja ya, Cekidot...:)
Berdasarkan hasil wawancara dengan respoden diperoleh bahwa ternak sapi yang dimiliki oleh Ibu Ida dipelihara dalam system kandang
(intensif). Kandang yang digunakan memiliki ukuran 20 x 15 m2. Hal ini sesuai dengan apa yang diterapkan oleh
Ibu Ida dimana bahwa ternak sapi yang dipelihara untuk menghasilkan penghasilan
tambahan dimana sapi perah yang dipelihara mempunyai produksi susu sehari 15
liter yang nantinya akan disetorkan ke KUD. Berdasarkan
hasil wawancara dengan respoden diperoleh hasil bahwa sistem Crops - Livestock Production System memiliki
keuntungan untuk meminimalisir adanya kerugian hal ini didukung oleh Kariyasa (2005) menyatakan bahwa ciri utama integrasi tanaman
ternak adalah adanya sinergisme atau keterkaitan yang saling menguntungkan
antara tanaman dan ternak petani memanfaatkan limbah pertanian sebagai pakan
ternak
kembali nih di blog knowledge, sama seperti sebelumnya saya akan share makalah..
Makalah sistem pertanian terpadu ini meliputi mix farming (pertanian jenis tumpangsari/campuran), crop-livestock system (sistem tanaman-ternak), dan pertanian/perkebunan tekno-ekologis disini saya akan menjelaskan sedikit tentang tekno-ekologis. tekno sendiri diartikan sebagai teknologi, teknologi yang digunakan bisa tradisional (cangkul, sabit. gunting daun atau rumput, semprotan, dsb) maupun modern (traktor dsb) dan ekologis maksudnya ramah lingkungan.
Nah, mungkin sudah ada gambaran kan mengenai sistem pertanian terpadu...
selanjutnya kalian bisa baca sendiri lebih jelasnya dibawah ini, maaf ya jika ada penulisan istilah dan kata mohon dimaklumi ya...
langsung aja ya, Cekidot...:)
BAB I
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Indonesia merupakan
sebuah negara agraris dengan bentangan alam yang sangat luas dan memiliki
beranekaragam flora dan fauna endemik. Kekayaaan bentang alam yang luas
menjadikan sebagian besar masyarakat Indonesia bekerja di sektor pertanian.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistika (2013), menyatakan bahwa penduduk yang bekerja di sektor
pertanian mencapai 92.910.219 jiwa dengan penduduk yang bekerja di pertanian
31.705.337 jiwa, tanaman pangan 20.399.139 jiwa, hortikultura 11.9 50.989 jiwa,
perkebunan 14.116.4665 jiwa dan peternakan 14.738.289 jiwa. Data di atas
merupakan fakta bahwa sektor pertanian memiliki peranan dan kontribusi yang
sangat penting baik sebagai pemenuhan kebutuhan pokok masyarakat maupun sebagai
penopang pembangunan perekonomian bangsa.
Sistem pertanian
terpadu Bio Cyclo Farming merupakan sistem memadukan unsur
tanaman dengan unsur ternak sedemikian rupa sehingga dua unsur ini menjadi
bersinergi satu dengan yang lainnya dan terjadi siklus biologis. Pada instalasi
pertanian terpadu BCF skala petani 2,25 hektar, lahan ditata untuk rumah
petani, lahan sekitar pekarangan digunakan untuk kandang sapimenampung8 ekor,
kandang unggas 200 ekor, instalasi budidaya jamur dan cacing, instalasi biogas,
tempat pengolahan silase dan pupuk organic. Dalam sistem integrasi tanaman-ternak, pemanfaatan limbah
tanaman sebagai pakan, serta limbah ternak menjadi pupuk dan sumber energi
alternatif merupakan potensi yang perlu dikembangkan.Inovasi teknologi pakan
ternak dalam Sistem Integrasi Tanaman-Ternak Bebas Limbah (SITT-BL) memberikan
peluang yang menggembirakan menuju green and clean agricultural development.Pengembangan
usaha tani tanaman dan ternak secara bersama-sama menambah pendapatan petani.
Menurut Soedjana
(2007), alasan petani melakukan usaha tani campuran adalah karena kebiasaan
(tradisi), untuk memaksimalkan penerimaan dari sumber daya yang terbatas, dan
meningkatkan manfaat keterkaitan antar-cabang usaha. Ada beberapa macam metode
dari Sistem Pertanian Terpadu, seperti
Usaha Tani Campuran (Mixed Farming System), Sistem Produksi
Tanaman-Ternak (Crops-Livestock Production System), Model Pertanian
Tekno-Ekologis (di Ekosistem Lahan Sawah) dan Model Pertanian Tekno-Ekologis
(di Ekosistem Lahan Perkebunan-Ternak).
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian di atas, maka
beberapa permasalahan yang dapat dirumuskan adalah sebagai berikut:
1.
Bagaimana model dan penerapan usaha
Sistem Pertanian Terpadu ?
2.
Bagaimana analisis biaya produksi usaha
Sistem Pertanian Terpadu ?
3.
Bagaimana analisis hasil produksi usaha
Sistem Pertanian Terpadu ?
1.3 Tujuan
Tujuan yang
ingin dicapai dari pembuatan makalah ini adalah sebagai berikut.
1.3.1
Mengetahui
model dan penerapan usaha Sistem Pertanian Terpadu.
1.3.2
Mengetahui
analisis biaya produksi usaha Sistem Pertanian Terpadu.
1.3.3
Mengetahui
analisis biaya produksi usaha Sistem Pertanian Terpadu.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Usaha Tani Campuran (Mixed Farming
Systems)
Tumpangsari merupakan suatu usaha
menanam beberapa jenis tanaman pada lahan waktu yang sama, yang diatur
sedemikian rupa dalam barisan-barisan tanaman (Warsana, 2009).
Sistem
tumpang sari dapat meningkatkan produktivitas lahan pertanian jika jenis-jenis
yang dikombinasikan dalam sistem ini membentuk interaksi yang menguntungkan.
Sistem tanam tumpang sari mempunyai banyak keuntungan yang tidak dimiliki pada
pola tanam monokultur. Beberapa keuntungan pada pola tumpang sari antara lain:
1) akan terjadi peningkatan efi siensi (tenaga kerja, pemanfaatan lahan maupun
penyerapan sinar matahari), 2) populasi tanaman dapat diatur sesuai yang
dikehendaki, 3) dalam satu areal diperoleh produksi lebih dari satu komoditas,
4) tetap mempunyai peluang mendapatkan hasil manakala satu jenis tanaman yang
diusahakan gagal, dan 5) kombinasi beberapa jenis tanaman dapat menciptakan
stabilitas biologis sehingga dapat menekan serangan hama dan penyakit serta
mempertahankan kelestarian sumber daya lahan dalam hal ini kesuburan tanah (Handayani,2011)
Bermacam jenis tanaman yang dapat
ditumpangsarikan dengan tanaman karet seperti tanaman padi, jagung, kedelai,
nenas, semangka, cabe, jahe dan pisang. Tanaman tersebut dapat diusahakan
sebelum tanaman karet menghasilkan (Firdaus,2007)
Salah satu usaha dalam menekan
tingginya biaya input produksi dalam pengendalian hama dan penyakit adalah
dengan menerapkan sistem tanam tumpangsari, karena sistem ini memiliki beberapa
keuntungan antara lain efisiensi pengolahan tanah meningkat, pemanfaatan ruang
secara ekonomis, efisiensi penggunaan
pupuk meningkat, menekan perkembangan hama dan penyakit, serta meningkatkan
pendapatan petani (Sujitno dkk,2012)
Menanam secara tumpangsari akan dapat
meningkatkan pendapatan petani, karena dengan menanam secara tumpangsari
penggunaan sarana produksi lebih efisien sehingga biaya produksi dapat lebih
rendah dibanding pola tanam secara monokultur. Pola tanam secara tumpangsari
dapat meningkatkan produksi, hal ini disebabkan karena berkurangnya hama dan
penyakit dengan keadaan di atas keuntungan usahatani tersebut dapat ditingkatkan.
Pada pola tanam tumpangsari ada hal yang juga perlu diperhatikan adalah sistem
perakaran tanaman (Hermawati,2016)
2.2 Sistem Produksi
Tanaman-Ternak (Crops-Livestock Production Systems)
Ciri utama integrasi tanaman ternak adalah
adanya sinergisme atau keterkaitan yang saling menguntungkan antara tanaman dan
ternak. petani memanfaatkan limbah pertanian sebagai pakan ternak (
Kariyasa,2005)
Sistem usahatani
terintegrasi (integrated farming system) atau crop-livestock system (CLS)
yang dikenal sebagai SIMANTRI di Bali menawarkan intensifikasi sistem produksi
tanaman-ternak secara terintegrasi melalui pendaur-ulangan hara tanaman dalam
bentuk pupuk kandang untuk memelihara kesuburan tanah. teknologi CLS merupakan salah satu bentuk teknologi
produksi sekaligus teknologi konservasi yang dapat digunakan sebagai salah satu
upaya pencegahan atau mengurangi lahan kritis (Budiasa dkk,2012)
Pertanian terpadu hortikultura dan ternak
dapat mengurangi biaya produksi karena sisa sayuran akan dimanfaatkan sebagai
pakan ternak. Feses (kotoran) ternak dijadikan pupuk bagi tanaman hortikultura
(Siswati,2012)
Lahan pertanian sawah mencakup 63.299 ha (18%)
dari total luas lahan yang ada dan menjadi modal untuk peningkatan produksi
padi karena memiliki peluang usaha dalam peningkatan pendapatan petani Untuk
memacu peningkatan produktivitas padi dapat digunakan pupuk organik, yang
diperoleh dari pemeliharaan ternak dalam sistem integrasi padi-sapi potong.
Pola integrasi ternak dengan tanaman pangan atau crop-livestock system (CLS)
mampu menjamin keberlanjutan produktivitas lahan melalui kelestarian Sumber
daya alam yang ada (Basuni dkk,2010)
Pupuk
yang dihasilkan oleh ternak digunakan untuk memupuk tanaman, dan residu tanaman
digunakan sebagai pakan ternak. Dalam rangka meningkatkan produksi dan
kualitas, mereka memerlukan input yang tinggi seperti pupuk kimia dan pakan
buatan pabrik
(Nurhidayati dkk, 2008)
2.3
Model Pertanian Tekno-Ekologis (di
Ekosistem Lahan Sawah)
Sistem
integrasi padi-ternak (SIPT) telah menjadi bagian dari budaya bertani di
Indonesia. Sistem ini mampu memanfaatkan sumber daya lokal yaitu bahan ikutan
berupa jerami dan dedak, serta kotoran ternak secara efisien. Ciri utama SIPT
adanya keterkaitan antara tanaman dan ternak misalnya limbah tanaman (jerami)
digunakan sebagai pakan ternak, begitupun sebaliknya kotoran ternak dapat
digunakan sebagai pupuk organik untuk tanaman (Yuliani,2014)
Konsep
pola integrasi tanaman-ternak merupakan penerapan usaha terpadu antara komoditi
tanaman, dalam hal ini padi, dan komoditi peternakan (sapi), yang dengan pola
itu jerami padi digunakan sebagai pakan sapi, sedangkan kotoran ternak sebagai
bahan utama pembuatan kompos dimanfaatkan untuk pupuk organik yang dapat
meningkatkan kesuburan lahan (Priyanti dkk,2008)
Pengolahan
tanah dengan traktor mempercepat dan menjamin keseragaman waktu tanam serta
meningkatkan intensitas tanam sampai 20% (Nurhidiyati,2008).
Biaya pengendalian hama pada usaha tani kapas tergolong tinggi,
yaitu 41% dari biaya produksi, bahkan sebelumnya mencapai 75%. Tingginya biaya
tersebut disebabkan pengendalian hama masih bertumpu pada insektisida kimia.
Untuk mengurangi biaya pengendalian hama, upaya yang dapat dilakukan antara
lain adalah menerapkan teknologi pengendalian berbasis ekologi, yang meliputi
tumpang sari kapas dengan kedelai, perlakuan terhadap benih, budi daya tanpa
olah tanah, pemanfaatan jerami padi sebagai mulsa, dan penggunaan pestisida
nabati (Subiyakto,2011)
Pertanian
tekno-ekologis merupakan model pertanian yang dikembangkan dengan memadukan
model “pertanian ekologis” dengan pertanian berteknologi maju yang selaras
dengan kondisi alam atau ekosistem setempat. Model pertanian ini dapat mencapai
target produktivitas secara memuaskan pada komoditas tertentu, seperti padi,
jagung, dan kacang-kacangan (Abdurachman, 2008).
2.4 Model Pertanian Tekno-Ekologis (di
Ekosistem Lahan Perkebunan-Ternak)
Budidaya ternak semi
intensif dilakukan oleh peternak yang juga pekebun jeruk, dan hijauan pakan
ternak diberikan di kandang. Hijauan pakan ternak disediakan dalam sistem
potong angkut, dan umumnya bersumber dari bawah tanaman jeruk, pinggir jalan,
dan tempat lainnya (Sariubang, 2010).
Integrasi
yang banyak dijumpai di Kabupaten Halmahera Selatan adalah integrasi dengan
pola sapi-kelapa. Usaha ternak sapi dengan polai ntegrasi
dapat memberikan dampak sosial budaya dan ekonomi yang positif. Sistim
integrasi ini sangat menguntungkan karena ternak dapat memanfaatkan rumput dan
hijauan pakan yang tumbuh liar atau limbah pertanian sebagai pakan selain itu ternak
menghasilkan kotoran ternak sebagai pupuk organik untuk meningkatkan kesuburan
tanah (Rusnan
dkk,2015)
Diintegrasikan
dengan budi daya ternak sapi dengan luas areal mencapai 10,95 juta hektar.
Produk samping industri kelapa sawit (IKS) memiliki biomassa yang sangat besar
sebagai sumber pakan sapi. bahwa
integrasi sawit-sapi dapat meningkatkan produktivitas kelapa sawit, memperbaiki
ekosistem lahan perkebunan dan menambah pasokan daging sapi. Tujuan dari
integrasi ini adalah meningkatkan produksi dan populasinya dengan sistem
pemeliharaan pola intensif, semi-intensif dan ekstensif (Matondang dan
Talib,2015)
Dengan mengintegrasikan pengelolaan perkebunan
kelapa sawit dengan pengelolaan ternak sapi akan didapat banyak keuntungan
diantaranya adalah tersedianya pupuk organik untuk kelapa sawit, perbaikan
struktur tanah lahan perkebunan. tersedianya pakan
ternak untuk sapi, dihasilkan gas yang dapat digunaka untuk memasak dan
penerangan. Penggunaan hasil limbah sawit untuk sapi dan hasil limbah sapi
untuk sawit menjamin keberlanjutan usaha pertanian. Limbah sawit berupa serat
buah kelapa sawit, lumpur minyak sawit (sludge) dan bungkil inti sawit
(Mildaerizanti,2014)
Pemupukan merupakan kegiatan
penambahan unsur hara pada media tumbuh tanaman untuk menyeimbangkan unsur hara
yang diperlukan terhadap pertumbuhan tanaman (Nurhidayati, 2008).
BAB
III
MATERI
DAN METODE
3.1
Waktu dan Lokasi Praktikum
Praktikum dilaksanakan pada tanggal
30 April 2017, dengan lokasi
praktikum di kecamatan Pujon kota Batu.
3.2
Materi Praktikum
Pelaksanaan Praktikum Sistem
Pertanian Terpadu harus mencakup responden, jenis tanaman, dan jenis ternak
yang dibudidayakan oleh petani. Materi praktikum dibagi menjadi empat materi,
yaitu Usaha Tani Campuran (Mix Farming System), Sistem Produksi Tanaman-Ternak
(Crops-Livestock Production Sysem), model Pertanian Tekno-Ekologis (di
ekosistem lahan sawah), dan model Pertanian Tekno-Ekologis (di ekosistem lahan
perkebunan-ternak). Berikut nama responden, jenis tanaman, dan jenis ternak
dari keempat materi tersebut :
1. Usaha Tani Campuran (Mix Farming System)
Nama responden : Bu Airiyah
Alamat : Desa Sobo, Kecamatan Pujon, Kab.
Malang.
No. Hp : -
Nama tanaman : Terong dan Jagung
2. Sistem
Produksi Tanaman-Ternak
Nama responden : Bu Ida
Alamat : Desa Ndelik, Kecamatan Pujon, Kab.
Malang.
No. Hp : -
Nama tanaman : Jagung dan Wortel
Jenis Ternak : Sapi Perah
3. Model
Pertanian Tekno-Ekologis
Nama responden : Bapak Ali
Alamat : Desa Madirejo, Kecamatan Pujon, Kab.
Malang.
No. Hp : -
Nama tanaman : Jagung
Jenis Ternak : Sapi Perah
Teknologi : Cangkul
4. Model
Pertanian Tekno-Ekologis
Nama responden : Bu Ida
Alamat : Desa Ndelik, Kecamatan Pujon, Kab.
Malang.
No. Hp : -
Nama tanaman : Apel dan Rumput
Jenis Ternak : Sapi Perah
Teknologi : Diesel Air
3.3
Metode praktikum
Metode survei dipergunakan untuk
memperoleh data, yaitu data yang diperoleh langsung dari petani. Teknik
pengambilan sampel responden dipilih secara purposive sampling dimana petani
yang melakukan sistem pertanian terpadu diwawancarai dengan menggunkan daftar
pertanyaan yang telah dipersiapkan. Daftar pertanyaan meliputi identitas rumah
tangga petani, karakteristik usaha tani dan komponen biaya produksi, penggunaan
dan curahan tenaga kerja, komponen pengeluaran rumah tangga petani, dan
kerugian serta pendapatan keluarga.
BAB IV
HASIL PENGAMATAN DAN
PEMBAHASAN
4.1 Usaha Tani Campuran (Mixed Farming System)
Nama responden : Bu Airiyah
Alamat : Desa Sobo, Kecamatan Pujon, Kab.
Malang.
No. Hp : -
Nama tanaman :
Terong dan Jagung
Luas lahan :
1200 m2
4.1.1 Analisis Usaha
4.1.2.1 Biaya Produksi
NO
|
NAMA KOMODITAS
|
HARGA SATUAN PEMBELIAN (Rp)
|
KUANTITAS
|
JUMLAH HARGA PEMBELIAN (Rp)
|
PEMBELIAN DALAM 1 TAHUN (Rp)
|
1
|
Bibit Terong
|
2.500
|
8 ikat / 8 buah
|
20.000
|
40.000
|
2
|
Benih Jagung
|
4.500
|
4 kg
|
18.000
|
36.000
|
3
|
Pupuk kandang + sekam
|
280
|
50 kg
|
14.000
|
28.000
|
TOTAL MODAL (Rp)
|
47.000
|
104.000
|
Tabel 4.1 Biaya
Produksi Mix Farming
4.1.2.1 Pendapatan
NO
|
NAMA KOMODITAS
|
JUMLAH PANEN
|
HARGA SATUAN (Rp)
|
JUMLAH (Rp)
|
PENJUALAN DALAM 1 TAHUN (Rp)
|
1
|
Terong
|
60 kg
|
2.500
|
150.000
|
300.000
|
2
|
jagung
|
70 kg
|
4.500
|
315.000
|
945.000
|
TOTAL PENJUALAN (Rp)
|
465.000
|
1.245.000
|
Tabel
4.2 Pendapatan penjualan dari Mix Farming
Keuntungan dalam 1 Tahun = Total
Penjualan dalam 1 Tahun – Total
Modal dalam 1 Thn
=
Rp 1.245.000 – Rp 104.000
=
Rp. 1.141.000
4.1.3 Pembahasan
Berdasarkan hasil wawancara dengan respoden
yaitu Bu Airiyah diperoleh hasil bahwa usaha tani campuran merupakan usaha tani
yang dilakukan lebih dari satu jenis komoditas pada waktu yang bersamaan. Hal
ini sesuai dengan pendapat Warsana (2009) yang menyatakan bahwa tumpangsari merupakan suatu usaha menanam beberapa
jenis tanaman pada lahan waktu yang sama, yang diatur sedemikian rupa dalam
barisan-barisan tanaman.
Berdasarkan
hasil wawancara yang dilakukan di Lahan Pertanian
milik Bu Airiyah yang beralamatkan di Desa Sobo, Kecamatan Pujon, Kab. Malang, yang memiliki lahan dengan luasan sebesar 1.200 m2, dimana lahan
ini ditanami dengan tanaman terong dan jagung. Dengan system penanaman pada satu ruas
lahan ditanami terong dan satu ruas lainnya ditanami jagung, sistem penanaman
ini disebut dengan sistem penanaman tumpangsari. Hal ini sesuai dengan pendapat
Firdaus (2007) bahwa bermacam jenis tanaman yang
dapat ditumpangsarikan dengan tanaman karet seperti tanaman padi, jagung,
kedelai, nenas, semangka, cabe, jahe dan pisang. Tanaman tersebut dapat
diusahakan sebelum tanaman karet menghasilkan
Berdasarkan hasil wawancara
dengan respoden yaitu Bu Airiyah diperoleh hasil bahwa tanaman utama yang
ditanam adalah jagung dan terong yang berfungsi untuk memanfaatkan lahan yan
kosong. Hal ini sesuai dengan pendapat Sujitno
dkk (2012) bahwa Salah satu usaha dalam menekan tingginya biaya input produksi
dalam pengendalian hama dan penyakit adalah dengan menerapkan sistem tanam
tumpangsari, karena sistem ini memiliki beberapa keuntungan antara lain
efisiensi pengolahan tanah meningkat, pemanfaatan ruang secara ekonomis, efisiensi penggunaan pupuk meningkat, menekan
perkembangan hama dan penyakit, serta meningkatkan pendapatan petani. Hal ini
juga didukung oleh Hermawati )2016), bahwa menanam secara tumpangsari akan
dapat meningkatkan pendapatan petani, karena dengan menanam secara tumpangsari
penggunaan sarana produksi lebih efisien sehingga biaya produksi dapat lebih
rendah dibanding pola tanam secara monokultur. Pola tanam secara tumpangsari
dapat meningkatkan produksi, hal ini disebabkan karena berkurangnya hama dan
penyakit dengan keadaan di atas keuntungan usahatani tersebut dapat
ditingkatkan. Pada pola tanam tumpangsari ada hal yang juga perlu diperhatikan
adalah sistem perakaran tanaman
Keuntungan
penggunaan sistem ini ialah salah satunya meningkatkan produktivitas tanah hal
ini juga di dukung oleh Handayani (2011) bahwa sistem tumpang sari dapat
meningkatkan produktivitas lahan pertanian jika jenis-jenis yang dikombinasikan
dalam sistem ini membentuk interaksi yang menguntungkan. Sistem tanam tumpang
sari mempunyai banyak keuntungan yang tidak dimiliki pada pola tanam
monokultur. Beberapa keuntungan pada pola tumpang sari antara lain: 1) akan
terjadi peningkatan efi siensi (tenaga kerja, pemanfaatan lahan maupun
penyerapan sinar matahari), 2) populasi tanaman dapat diatur sesuai yang
dikehendaki, 3) dalam satu areal diperoleh produksi lebih dari satu komoditas,
4) tetap mempunyai peluang mendapatkan hasil manakala satu jenis tanaman yang
diusahakan gagal, dan 5) kombinasi beberapa jenis tanaman dapat menciptakan
stabilitas biologis sehingga dapat menekan serangan hama dan penyakit serta
mempertahankan kelestarian sumber daya lahan dalam hal ini kesuburan tanah.
4.2
Sistem Produksi Tanaman – Ternak ( Crops-Livestock
Production System)
Nama responden : Bu Ida
Alamat : Desa Ndelik, Kecamatan Pujon, Kab.
Malang.
No. Hp : -
Nama tanaman : Jagung dan Wortel
Jenis Ternak :
Sapi Perah
Luas lahan :
1500 m2
4.2.1 Analisis Usaha
4.2.2.1 Biaya Produksi
NO
|
NAMA KOMODITAS
|
HARGA SATUAN PEMBELIAN (Rp)
|
KUANTITAS
|
JUMLAH HARGA PEMBELIAN (Rp)
|
PEMBELIAN DALAM 1 TAHUN (Rp)
|
1
|
Benih Jagung
|
4.500
|
3 kg
|
13.500
|
40.500
|
2
|
benih wortel
|
5.000
|
2 kg
|
10.000
|
30.000
|
3
|
Pupuk kandang + sekam
|
300
|
50 kg
|
15.000
|
45.000
|
TOTAL MODAL (Rp)
|
38.500
|
115.500
|
Tabel
4.3 Biaya Produksi Crops-Livestock Production System
4.2.2.2 Pendapatan
NO
|
NAMA KOMODITAS
|
JUMLAH PANEN
|
HARGA SATUAN (Rp)
|
JUMLAH (Rp)
|
PENJUALAN DALAM 1 TAHUN (Rp)
|
1
|
Jagung
|
70 kg
|
4.500
|
315.000
|
945.000
|
2
|
Wortel
|
2500 kg
|
7.000
|
17.500.000
|
52.500.000
|
TOTAL PENJUALAN (Rp)
|
17.815.000
|
53.445.000
|
Tabel 4.4 Penjualan Komoditas Pertanian dari Crops-Livestock Production System
Keuntungan Dalam 1 Tahun = Total
Penjualan dalam 1 Tahun – Total Modal dalam 1 Thn
=
Rp. 53.329.500
NO
|
NAMA PENGELUARAN
|
HARGA SATUAN
|
KUANTITAS / HARI
|
JUMLAH / HARI
|
1
|
Hijauan
|
500
|
120 kg
|
60.000
|
2
|
Konsentrat
|
2.850
|
7 kg
|
19.950
|
3
|
Perawatan
kandang
|
1.000
|
1 kali
|
1.000
|
TOTAL MODAL
|
80.950
|
Tabel 4.5 Modal Sapi
Perah (Penghitungan Per Hari)
Total
Penjualan = Jumlah Produksi Susu Per
Hari X Harga Jual Susu Per Liter
= (17 X
6) X 5.500 = Rp. 561.000
Keuntungan
= Total Penjualan – Total Modal
= Rp 480.050
4.2.3 Pembahasan
Berdasarkan
hasil wawancara dengan respoden petani yang menerapkan
system pertanian crops-livestock production sistem
diperoleh pengertian bahwa Crops -
Livestock Production System merupakan usaha tani campuran yang dilakukan
dengan mengintegrasikan antara sistem tanaman pangan, tanaman pakan ternak dan
ternak. Hal ini sesuai dengan pendapat Sembiring (2005) menyatakan bahwa lahan pertanian sawah
mencakup 63.299 ha (18%) dari total luas lahan yang ada dan menjadi modal untuk
peningkatan produksi padi karena memiliki peluang usaha dalam peningkatan
pendapatan petani Untuk memacu peningkatan produktivitas padi dapat digunakan
pupuk organik, yang diperoleh dari pemeliharaan ternak dalam sistem integrasi
padi-sapi potong. Pola integrasi ternak dengan tanaman pangan atau
crop-livestock system (CLS) mampu menjamin keberlanjutan produktivitas lahan
melalui kelestarian sumber daya alam yang ada,
hal ini juga didukung oleh Budiasa, dkk (2012) yang menyatakan bahwa sistem
usahatani terintegrasi (integrated farming system) atau crop-livestock
system (CLS) yang dikenal sebagai SIMANTRI di Bali menawarkan
intensifikasi sistem produksi tanaman-ternak secara terintegrasi melalui
pendaur-ulangan hara tanaman dalam bentuk pupuk kandang untuk memelihara
kesuburan tanah. teknologi
CLS merupakan salah satu bentuk teknologi produksi sekaligus teknologi
konservasi yang dapat digunakan sebagai salah satu upaya pencegahan atau
mengurangi lahan kritis.
Berdasarkan hasil wawancara dengan respoden
diperoleh bahwa ciri utama dari model
pertanian crop-livestock production
system adalah adanya sinergisme atau keterkaitan yang saling menguntungkan
antara tanaman dan ternak. Hal ini sesuai dengan pendapat Siswati (2012) bahwa pertanian terpadu hortikultura
dan ternak dapat mengurangi biaya produksi karena sisa sayuran akan
dimanfaatkan sebagai pakan ternak. Feses (kotoran) ternak dijadikan pupuk bagi
tanaman hortikultura
Praktikum survey lahan pertanian ini kami lakukan di
Desa Ndelik, Kecamatan Pujon, Kab. Malang. Praktikum ini dilakukan pada sebidang tanah milik bu Ida. Luas lahan yang
dimiliki oleh Bapak Ida adalah 0,15 ha atau 1.500 m2, dalam lahan
tersebut hijauan pakan ternak yang ditanam adalah jagung, sedang tanaman pangan
yang ditanam adalah berupa wortel dan komoditi ternak yang dipelihara adalah
sapi jenis perah Friesian Holstein dengan jumlah 6 ekor.
Berdasarkan hasil wawancara dengan respoden
yaitu pembagian luasan lahan yang dimiliki oleh
Bu Ida untuk melakukan kegiatan pertanian adalah sebagai berikut, dalam luas
lahan 500 m2, digunakan untuk menanam tanaman jagung.. Sedangkan
tanaman wortel dengan luasan lahan yang digunakan sebesar 1000 m2.
Hasil dari panen wortel dan jagung ini akan dijual dan keuntungan yang didapat
adalah milik Ibu Ida sendiri, dan sebagian dipergunakan untuk membeli bibit
jagung dan pupuk urea. Limbah dari pertanian itu atau jerami jagung
dimanfaatkan sebagai pakan ternaknya. Hal ini ijuga diperjelas oleh
Nurhidayati, dkk(2008) yang menyatakan bahwa
pupuk yang dihasilkan oleh ternak digunakan untuk memupuk tanaman, dan residu
tanaman digunakan sebagai pakan ternak. Dalam rangka meningkatkan produksi dan
kualitas, mereka memerlukan input yang tinggi seperti pupuk kimia dan pakan
buatan pabrik.
4.3 Model
Pertanian Tekno-Ekologis (di Ekosistem Lahan Sawah)
Nama responden : Bapak Ali
Alamat : Desa Madirejo, Kecamatan Pujon, Kab.
Malang.
No. Hp : -
Nama tanaman : Jagung
Jenis Ternak : Sapi Perah
Teknologi :
Cangkul
Luas lahan :
1.500 m2
4.3.1
Analisis Usaha
4.3.2.1
Biaya Produksi
NO
|
NAMA KOMODITAS
|
HARGA SATUAN PEMBELIAN (Rp)
|
KUANTITAS
|
JUMLAH HARGA PEMBELIAN (Rp)
|
PEMBELIAN DALAM 1 TAHUN (Rp)
|
1
|
Bibit padi
|
15.000
|
20 kg
|
300.000
|
900.000
|
2
|
Pupuk urea
|
1.500
|
40 kg
|
60.000
|
60.000
|
3
|
Pupuk kandang + sekam
|
300
|
50 kg
|
15.000
|
45.000
|
TOTAL MODAL (Rp)
|
375.000
|
1.005.000
|
Table
4.6 Modal Komoditas Pertanian Tekno-Ekologis
4.3.2.2
Pendapatan
NO
|
NAMA KOMODITAS
|
JUMLAH PANEN
|
HARGA SATUAN (Rp)
|
JUMLAH (Rp)
|
PENJUALAN DALAM 1 TAHUN (Rp)
|
1
|
Padi
|
300 kg
|
4.500
|
1.350.000
|
4.050.000
|
TOTAL PENJUALAN (Rp)
|
1.350.000
|
4.050.000
|
Tabel 4.7 Penjualan
Komoditas Pertanian tekno-ekologis
Keuntungan dalam
1 Tahun = Total Penjualan dalam 1 Thn –
Total Modal dalam 1 Thn
= Rp.
3.045.000
NO
|
NAMA PENGELUARAN
|
HARGA SATUAN
|
KUANTITAS / HARI
|
JUMLAH / HARI
|
1
|
Hijauan
|
500
|
80 kg
|
40.000
|
2
|
Konsentrat
|
2.850
|
7 kg
|
19.950
|
3
|
Perawatan
kandang
|
1.000
|
1 kali
|
1.000
|
TOTAL MODAL
|
60.950
|
Tabel 4.8 Modal Sapi
Perah (Penghitungan Per Hari)
Total
Penjualan = Jumlah Produksi Susu Per Hari X Harga Jual Susu Per Liter
= 17 X
4 X 5.500 = Rp. 374.000
Keuntungan = Total Penjualan – Total Modal = Rp 313.050
4.3.2
Pembahasan
Berdasarkan hasil praktikum yang kami lakukan pada tanggal 30 April 2017
diperoleh bahwa pada pertanian milik Bapak Ali menggunakan sistem pertanian
tekno-ekologis yaitu lahan pertanian padi. Hal ini sesuai dengan pendapat
Abdurachman (2008) yang menyatakan bahwa Pertanian tekno-ekologis merupakan
model pertanian yang dikembangkan dengan memadukan model “pertanian ekologis”
dengan pertanian berteknologi maju yang selaras dengan kondisi alam atau
ekosistem setempat. Model pertanian ini dapat mencapai target produktivitas
secara memuaskan pada komoditas tertentu, seperti padi, jagung, dan
kacang-kacangan.
Dalam usaha pertanian Bapak Ali untuk menambah pendapatan, Bapak Ali juga
melakukan integrasi dengan ternak sapi perah sebagai sub sistem yang memanfaatkan
hasil pertanian yaitu jerami padi. Hal ini sesuai dengan pendapat Yuliani (2014) menyatakan bahwa sistem integrasi
padi-ternak (SIPT) telah menjadi bagian dari budaya bertani di Indonesia.
Sistem ini mampu memanfaatkan sumber daya lokal yaitu bahan ikutan berupa
jerami dan dedak, serta kotoran ternak secara efisien. Ciri utama SIPT adanya
keterkaitan antara tanaman dan ternak misalnya limbah tanaman (jerami)
digunakan sebagai pakan ternak, begitupun sebaliknya kotoran ternak dapat
digunakan sebagai pupuk organik untuk tanaman
Peternakan sapi perah milik Bapak Ali juga menghasilkan kotoran yang
kemudian dimanfaatkan sebagai pupuk kompos atau pupuk organik. Pupuk kompos tersebut digunakan
sebagai pupuk lahan pertanian. Hal ini sependapat dengan Priyanti, dkk (2008) bahwa konsep pola integrasi
tanaman-ternak merupakan penerapan usaha terpadu antara komoditi tanaman, dalam
hal ini padi, dan komoditi peternakan (sapi), yang dengan pola itu jerami padi
digunakan sebagai pakan sapi, sedangkan kotoran ternak sebagai bahan utama
pembuatan kompos dimanfaatkan untuk pupuk organik yang dapat meningkatkan
kesuburan lahan. Karena itu, sistem ini berpotensi meningkatkan pendapatan
petani. Pupuk kandang yang merupakan limbah ternak dapat dimanfaatkan sebagai
sumber bahan organik tanah.
Pertanian milik
bapak Ali memakai cangkul sebagai alat dalam
pengolahan tanahnya. Pengolahan tanah menggunakan traktor dapat mempermudah dan
mempercepat penggarapan lahan traktor merupakan pola integrasi kompleks, dimana
penggunaan traktor dapat mempercepat waktu tanam dibandingkan dengan menggunakan cangkul. Hal ini sesuai
dengan pernyataan Nurhidiyati (2008) yang menyatakan bahwa pengolahan tanah
dengan traktor mempercepat dan menjamin keseragaman waktu tanam serta
meningkatkan intensitas tanam sampai 20%.
Biaya pengendalian hama pada usaha tani kapas tergolong tinggi,
yaitu 41% dari biaya produksi, bahkan sebelumnya mencapai 75%. Tingginya biaya
tersebut disebabkan pengendalian hama masih bertumpu pada insektisida kimia.
Untuk mengurangi biaya pengendalian hama, upaya yang dapat dilakukan antara
lain adalah menerapkan teknologi pengendalian berbasis ekologi, yang meliputi
tumpang sari kapas dengan kedelai, perlakuan terhadap benih, budi daya tanpa
olah tanah, pemanfaatan jerami padi sebagai mulsa, dan penggunaan pestisida
nabati (Subiyakto,2011)
4.4 Model
Pertanian Tekno-Ekologis (di Ekosistem Perkebunan-Ternak)
Nama responden : Bu Ida
Alamat : Desa Ndelik, Kecamatan Pujon, Kab.
Malang.
No. Hp : -
Nama tanaman : Apel dan Rumput
Jenis Ternak : Sapi Perah
Teknologi :
Diesel Air
Luas lahan :
12000 m2
4.4.1 Analisis
Usaha
4.4.1.1
Biaya Produksi
NO
|
NAMA KOMODITAS
|
HARGA SATUAN PEMBELIAN (Rp)
|
KUANTITAS
|
JUMLAH HARGA PEMBELIAN (Rp)
|
PEMBELIAN DALAM 1 TAHUN (Rp)
|
|
1
|
Bibit apel
|
85.000
|
150 stek
|
127.500.000
|
127.500.000
|
|
2
|
Pupuk kimia
|
1.500
|
150 kg
|
225.000
|
225.000
|
|
3
|
Pupuk kandang + sekam
|
300
|
150 kg
|
45.000
|
45.000
|
|
TOTAL MODAL (Rp)
|
127.265.000
|
127.265.000
|
Table
4.9 Modal Perkebunan Apel
4.4.1.2
Pendapatan
NO
|
NAMA KOMODITAS
|
JUMLAH PANEN
|
HARGA SATUAN (Rp)
|
JUMLAH (Rp)
|
PENJUALAN DALAM 1 TAHUN (Rp)
|
1
|
Apel kualitas baik
|
4000 kg
|
9.500
|
38.000.000
|
152.000.000
|
2
|
Apel kualitas jelek
|
1000 kg
|
7.500
|
7.500.000
|
30.000.000
|
TOTAL PENJUALAN (Rp)
|
45.500.000
|
182.000.000
|
Tabel 5.0 Penjualan
Komoditas Perkebunan Apel
Keuntungan
dalam 1 Tahun = Total Penjualan dalam 1 Tahun – Total Modal dalam 1 thn =
Rp. 54.735.000
NO
|
NAMA PENGELUARAN
|
HARGA SATUAN
|
KUANTITAS / HARI
|
JUMLAH / HARI
|
1
|
Hijauan
|
500
|
120 kg
|
60.000
|
2
|
Konsentrat
|
2.850
|
7 kg
|
19.950
|
3
|
Perawatan
kandang
|
1.000
|
1 kali
|
1.000
|
TOTAL MODAL
|
80.950
|
Tabel 5.1 Modal Sapi
Perah (Penghitungan Per Hari)
Total Penjualan = Jumlah Produksi Susu Per Hari X Harga Jual Susu Per Liter
= 17 x 6 x 5.500 = Rp. 561.000
Keuntungan = Total Penjualan – Total Modal
= Rp 480.050
4.4.2
Pembahasan
Berdasarkan
praktikum kunjungan lapang dan survey terhadap responden, pertanian
tekno-ekologis di kebun apel yaitu memadukan atau mencampurkan teknologi dalam
proses budidayanya. Dengan
mengintegrasikan pengelolaan perkebunan kelapa sawit dengan pengelolaan ternak
sapi akan didapat banyak keuntungan diantaranya adalah tersedianya pupuk
organik untuk kelapa sawit, perbaikan struktur tanah lahan perkebunan. tersedianya
pakan ternak untuk sapi, dihasilkan gas yang dapat digunaka untuk memasak dan
penerangan. Penggunaan hasil limbah sawit untuk sapi dan hasil limbah sapi
untuk sawit menjamin keberlanjutan usaha pertanian. Limbah sawit berupa serat
buah kelapa sawit, lumpur minyak sawit (sludge) dan bungkil inti sawit (Mildaerizanti,2014)
Penerapan sistem pertanian terpadu
lebih banyak diterapkan oleh masyarakat, dikarenakan sistem ini menghasilkan
produk lebih banyak dan mengguntungkan. Selain itu, penerapan sistem pertanian
terpadu ini meminimalkan risiko kegagalan panen dari masing-masing jenis
tanaman yang ditanam. Hal ini sesuai dengan pendapat Rusnan, dkk (2015) bahwa integrasi
yang banyak dijumpai di Kabupaten Halmahera Selatan adalah integrasi dengan
pola sapi-kelapa. Usaha ternak sapi dengan polai ntegrasi
dapat memberikan dampak sosial budaya dan ekonomi yang positif. Sistim
integrasi ini sangat menguntungkan karena ternak dapat memanfaatkan rumput dan
hijauan pakan yang tumbuh liar atau limbah pertanian sebagai pakan selain itu
ternak menghasilkan kotoran ternak sebagai pupuk organik untuk meningkatkan
kesuburan tanah. hal ini
juga didukung oleh Sariubang (2010) bahwa budidaya ternak semi intensif dilakukan oleh
peternak yang juga perkebun jeruk, dan hijauan
pakan ternak diberikan di kandang. Hijauan pakan ternak disediakan dalam sistem
potong angkut, dan umumnya bersumber dari bawah tanaman jeruk, pinggir jalan,
dan tempat lainnya
Berdasarkan
dari hasil survei dan wawancara secara langsung yang dilakukan di kebun milik Ibu
Ida yang bertempat di Desa Desa Ndelik, Kecamatan Pujon, Kab.
Malang. Hasil
obervasi yang telah dilakukan jenis tanaman kebun yang ditanaman dilahan
perkebunan milik Ibu Ida adalah pohon apel malang, apel ana, apel wanglin dan
apel manalagi dengan lahan seluas 12000 m2. Tanaman apel tersebut
dipupuk dengan pupuk kandang yang diberikan pada awal penanaman, dan pupuk
kimia untuk pupuk lanjutan yang berjumlah untuk 150 kg. Menurut Nurhidayati, dkk (2008), pemupukan merupakan kegiatan
penambahan unsur hara pada media tumbuh tanaman untuk menyeimbangkan unsur hara
yang diperlukan terhadap pertumbuhan tanaman.
Apel dapat dipanen 4 kali dalam
setahun, pohon apel yang ditanam kurang lebih berjumlah 150 pohon. Pohon apel
milik Ibu Ida sudah berumur lebih dari 5 tahun.. Rumput gajah yang tumbuh
dengan subur, kemudian dapat dipangkas untuk diberikan pada ternak kambing yang
dipelihara. Menurut Matondang dan Talib (2015) menyatakan
bahwa diintegrasikan dengan budidaya ternak sapi dengan
luas areal mencapai 10,95 juta hektar. Produk samping industri kelapa sawit
(IKS) memiliki biomassa yang sangat besar sebagai sumber pakan sapi. bahwa integrasi sawit-sapi
dapat meningkatkan produktivitas kelapa sawit, memperbaiki ekosistem lahan
perkebunan dan menambah pasokan daging sapi. Tujuan dari integrasi ini adalah
meningkatkan produksi dan populasinya dengan sistem pemeliharaan pola intensif,
semi-intensif dan ekstensif.
Model pertanian
tekno-ekologis dipilih oleh Ibu Ida sebagai model perkebunan dengan hijauan
pakan ternak. Model pertanian ini dipilih beliau sebab sangat efektif untuk
meningkatkan hasil produksi perkebunannya karena dapat memaksimalkan lahan yang
dimiliki dengan penggunaan teknologi pompa air untuk penambah perairan
dikebunnya.
BAB
V
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Kesimpulan
yang dapat diambil dari makalah ini, yaitu ;
1. Mixed farming
system merupakan sistem pertanian dimana dalam satu lahan ditanami beberapa
jenis tanaman dengan waktu yang sama.
2. Crops - Livestock Production System merupakan
usaha tani yang dilakukan dengan diintegrasikan antara system penanaman tanaman pangan, tanaman pakan ternak dan ternak.
3. Sistem pertanian/perkebunan Tekno-Ekologis merupakan usaha tani campuran yang
dilakukan dengan menggunakan teknologi tradisional maupun modern dalam melakukan proses penanaman maupun perawatan pada tanaman dan
interaksi limbah tanaman dengan
ternak
4.2 Saran
Sebaiknya
pada pelaksanaan praktikum pada survey lapang yang dilakukan oleh praktikan
didampingin oleh asisten praktikum, serta dalam praktikum lapang dilakukan
pembagian wilayah responden sehingga dalam proses pencarian responden yang
dilakukan oleh praktikan tidak berebutan dengan kelompok lain.
Sebaiknya asisten menjelaskan
tentang macam-macam model pertanian terpadu dengan sangat jelas, karena asisten
hanya menyuruh praktikan kunjungan. Sedangkan praktikan kurang memahami
tenttang model-model pertanian terpadu tersebut.
DAFTAR
PUSTAKA
Materi 1
Firdaus,A. 2007. Analisis Finansial Tumpangsari Jagung Pada Perkebunan Karet Rakyat. Balai Pelaksanaan Teknologi Pertanian
Jambi: Jambi
Handayani, A. 2011. Pengaruh
Model Tumpang Sari Terhadap Pertumbuhan Dan Hasil Tanaman Gandum Dan Tembakau.Jurnal
Widyariset 14(3):479-451
Hermawati,D.T.Kajian Ekonomi Antara Pola Tanam Monokultur
Dan Tumpangsari Tanaman Jagung, Kubis Dan Bayam. 2016. Jurnal Inovasi. 18(1):66-72
Sujitno,E.,Taemi,F
dan Djatnika,I. 2012. Usahatani Tumpang Sari Tanaman Tomat dan Cabai di
Dataran Tinggi Kabupaten Garut. Jurnal Agribisnis Pertanian 4(2):58-64
Warsana. 2009. Introduksi Teknologi Tumpangsari Jagung dan
Kacang Tanah. Jurnal Ilmu Tanaman dan Ternak 4 (2): 12-18.
MATERI 2
Basuni,R.,Muladno.,Cecep,K
dan Suryahadi. 2010. Model
Sistem Integrasi Padi – Sapi Potong Di Lahan Sawah. Jurnal
Forum Pascasarjana 33(3):177-190
Budiasa,I.W.,Igaa,A.,Mega,M.I,Budiasa,I.K.M. 2012. Optimasi Sistem
Usahatani Terintegrasi untuk Memaksimalkan Pendapatan Petani. Jurnal
Agribisnis dan Agrowisata. 1(2):96-105
Kariyasa,K. 2005. Sistem Integrasi
Tanaman – Ternak Dalam Perspektif Reorientasi Kebijakan Subsidi Pupuk Dan
Peningkatan Pendapatan Petani. Jurnal Analisis Kebijakan Pertanian.
3(1):68-80
Nurhidayati.,
Istirochah, Pujiwati., Anis, Solichah., Djuhari. Dan Abd.Basit. 2008. Pertanian
Organik. Malang : E-book Universitas Islam Malang.
Siswati,I. 2012. Pola Pertanian Terpadu
Ternak Dan Tanaman Holtikultura di Kota Pekanbaru. Jurnal
Peternakan. 9(2):75-82
MATERI 3
Abdurachman, A.
2008. Strategi Dan Teknologi Pengelolaan Lahan Kering Mendukung Pengadaan
Pangan Nasional. Jurnal Litbang Peternakan.27(2): 43-49.
Nurhidayati.,
Istirochah, Pujiwati., Anis, Solichah., Djuhari. Dan Abd.Basit. 2008. Pertanian
Organik. Malang : E-book Universitas Islam Malang.
Priyanti,A.,Sinaga,B.M.,
Yusman,S dan Sri,U.K. 2008. Dampak
Program Sistem Integrasi Tanaman –Ternak Terhadap Pendapatan Dan Pengeluaran
Petani : Analisis Simulasi Ekonomi Rumah Tangga.Jurnal Forum Pascasarjana. 31(1):45-58
Subiyakto. 2011. Teknologi Pengendalian
Hama Berbasis Ekologi Dalam Mendukung Pengembangan Kapas. Jurnal
Libang Pertanian. 30(3):81-86
Yuliani,D. 2014. Sistem Integrasi Padi Ternak Untuk Mewujudkan
Kedaulatan Petani.Jurnal Agroteknologi. 4(2):15-26
MATERI 4
Matondang,R.H
dan Talib,C.2015.Model Pengembangan Sapi
Bali Dalam Usaha Integrasi Di Perkebunan Kelapa Sawit.Wartoza 25(3):147-157
Mildaerizanti.2014.Integrasi Sawit Sapi dan Potensinya dalam
Mendukung Pertanian Berkelanjutan di Muaro Jambi.Jurnal Litbang Pertanian
16(3):1-8
Nurhidayati.,
Istirochah, Pujiwati., Anis, Solichah., Djuhari. Dan Abd.Basit. 2008. Pertanian
Organik. Malang : E-book Universitas Islam Malang.
Rusnan,H.,
Kaunag,C.L dan Yohanis,L.T.R.2015.Analisis
Potensi Dan Strategi Pengembangan Sapi Potong Dengan Pola Integrasi Kelapa –
Sapi Di Kabupaten Halmahera Selatan Provinsi Maluku Utara.Jurnal Zootek
35(2):187-200
Sariubang, M.
2010. Sistem Usaha Tani Integrasi
Pembibitan Sapi Bali Dengan Tanaman
Padi
Pada Lahan Sawah. Jurnal
Agrosistem 6(1):36-41
Matursuwun Mbak Rina hehe
BalasHapus