MAKALAH PENGARUH PENAMBAHAN KOLIN KLORIDA DALAM PAKAN TERHADAP PRODUKSI SUSU SAPI PERAH

BAB I

PENDAHULUAN



1.1.   Latar Belakang

Ternak perah adalah ternak yang menghasilkan susu yang melebihi dari kebutuhan konsumsi anaknya. Salah satu ternak perah adalah sapi perah. Sapi perah adalah salah satu ternak yang menghasilkan susu lebih banyak dibandingkan ternak lainnya. Direktorat Jenderal Peternakan (2017) mengatakan bahwa pada tahun 2016 tingkat produksi susu sebanyak 0,9 juta ton mengalami peningkatan dibandingkan dengan tahun sebelumnya, produksi susu sebanyak 0,8 juta ton Dengan jumlah produksi susu 0,9 juta ton masih belum mencukupi kebutuhan konsumsi susu masyarakat indonesia. Saat ini konsumsi susu masyarakat Indonesia masih tergolong rendah yaitu 11,09 liter perkapita pertahun dibandingkan dengan negara ASEAN lainnya yaitu sekitar 20 liter perkapita pertahun. Untuk mencukupi kebutuhan susu, pemerintah melakukan impor susu.

Berdasarkan data Kemenperin, perkembangan ekspor dan impor produk olahan susu tahun 2011-2013 adalah sebagai berikut. Impor produk olahan susu pada tahun 2011-2013 adalah sebagai berikut. Pada 2011, impor mencapai 65.388 ton (US$243,407 miliar). Tahun 2012, impor sebesar 144.235 ton (US$387,196 miliar). Pada 2013, impor mencapai 144.285 ton (US$385,633 miliar). Hal ini memberikan peluang bagi peternak untuk meningkatkan populasi dan produktivitas sapi perah dalam negeri serta mengurangi ketergantungan impor. Akan tetapi, produktivitas ternak sapi perah masih rendah karena disebabkan oleh kurangnya strategi peternak dalam hal pengelolaan salah satunya adalah pakan. Pakan merupakan faktor yang mempengaruhi kualitas dan kuantitas. Pakan yang diberi penambahan kolin klorida mampu berperan untuk meningkatkan produksi susu.

Kolin klorida adalah vitamin yang larut dalam air. Kolin termasuk nutrien esensial dan dikategorikan dalam kelompok vitamin B. Kolin memegang berbagai peran penting salah satunya adalah dalam menyusun membran sel. Bahan mentah untuk neurotransmitter acetylcholine, dan sebagai donor untuk kelompok methyl yang diperlukan bagi sejumlah proses vital dalam tubuh.

1.2.   Rumusan Masalah

1.    Apa manfaat dari kolin klorida?

2.    Bagaimana cara penggunaan kolin klorida dalam penambahan kedalam bahan pakan?

3.    Bagaimana pengaruh pemberian kolin klorida dalam bahan pakan pada sapi perah?


1.3.   Tujuan


a.       Dapat mengetahui cara penggunaan kolin klorida pada pakan.

b.      Untuk mengetahui pengaruh pemberian kolin klorida dalam bahan pakan pada sapi perah.




1.4.   Manfaat

a.    Sebagai sumbangsih ilmu dan teknologi di bidang peternakan

b.    Sebagai informasi cara mengekstrak dan cara penggunaan kolin klorida

c.    Mengoptimalkan sumber daya lokal yaitu bekatul dan jagung dijadikan sebagai pakan

d.   Sebagai informasi yang dapat dipublikasikan secara luas di tingkat peternak sehingga dapat mengurangi kerugian yang tinggi.







BAB II

TINJAUAN PUSTAKA



2.1  Sapi Perah
Sapi perah merupakan ternak yang menghasilkan susu lebih banyak dibandingkan dengan ternak sapi betina potong, sapi perah dibudidaya untuk didapatkan susunya. Jenis sapi perah yang dikembangkan di Indonesia adalah bangsa Friesian Holstein (FH) dan peranakannya. Sapi yang berasal dari Belanda ini, memiliki ciri warna rambut hitam putih atau merah putih dengan corak yang jelas (Sudono, 1999). Sapi FH yang dikenal sebagai salah satu sapi perah Bos taurus yang berkemampuan memproduksi susu tinggi di daerah asalnya, ternyata cukup sulit dipertahankan potensi genetiknya untuk memproduksi susu pada kondisi iklim tropis Indonesia (Anggraeni dan Iskandar, 2008). Sapi perah FH cenderung mengalami penurunan kemampuan produksi ketika dipelihara pada kondisi berbeda, seperti pada budidaya di peternak rakyat dengan cekaman iklim tropis Indonesia. Pengaruh interaksi faktor genetik dan lingkungan diperkirakan sebagai faktor pembatas yang nyata. Meskipun demikian, terdapat variasi dari kemampuan individual ternak dalam menghasilkan susu dan beradaptasi dengan lingkungannya (Anggraeni, 2012).

2.2  Susu

Susu merupakan hasil sekresi dari kelenjar mamae hewan mamalia yang diperoleh dengan cara proses pemerahan dari ternak yang sehat, mengandung nilai nutrisi dan bermanfaat bagi tubuh. Komponen penyusun susu meliputi air sebesar 87.1%., protein 3.4%.,lemak 3.9%.,karbohidrat 4.9% dan mineral sebesar 0.7% (Imam Tohari dkk, 2017). Kualitas fisik dan kimia susu sapi segar dipengaruhi oleh faktor bangsa sapi perah, pakan, sistem pemberian pakan, frekuensi pemerahan, metode pemerahan, perubahan musim dan periode laktasi. Susu yang memiliki TS kurang dari 11% akan ditolak koperasi, sedangkan susu yang memiliki TS antara 11-11,2% akan mendapatkan penalty dan susu yang memiliki TS lebih dari 11,3% akan mendapatkan bonus (Utami dkk, 2015). Peternak harus memperhatikan ketentuan ini agar kualitas susu yang dihasilkan memiliki standar yang tinggi, berdaya saing serta aman dikonsumsi


2.3  Produksi Susu

Produktivitas sapi perah sendiri dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya kualitas genetik ternak, tata laksana pemberian pakan, umur beranak pertama, periode laktasi, frekuensi pemerahan, masa kering kandang, dan kesehatan (Riski dkk,2016). Kurva produksi susu dapat menggambarkan kemampuan produksi susu sapi perah. Kurva merupakan visualisasi dari persamaan yang dihasilkan dalam perhitungan. Kurva produksi susu sapi perah pada umumnya mengikuti pola yang teratur pada setiap periode laktasi, produksi susu akan terus meningkat sampai mencapai puncaknya pada periode laktasi III sampai V pada perodie ini disebut dengan persistensi merupakan merupakan kemampuan ternak sapi perah dalam mempertahankan produksi susu setelah melahirkan. Dalam kurva laktasi sapi perah ternak dapat mempertahankan produksi susu umur dan pada periode berikutnya produksi susu mulai berangsur-angsur menurun. Hal yang

harus diperhatikan dalam menjaga produski susu agar tetap stabil adalah pakan, mempunyai pengaruh yang besar terhadap kualitas dan kuantitas susu, pada pemberian ransum yang tidak memadai menyebabkan produksi dan kadar lemak susu yang rendah. Adanya tambahan pakan konsentrat komersial menjadi salah satu pilihannya.

2.4  Pakan

Pakan sapi perah terutama untuk induk sapi yang sedang berproduksi susu, terdiri dari sejumlah hijauan dan konsentrat. Hijauan dan konsentrat ini harus diberikan dalam perimbangan tertentu agar produksi dan kualitas susu yang tinggi dapat dicapai . Untuk mencapai produksi susu yang tinggi dengan tetap mempertahankan kadar lemak susu dalam batas-batas yang memenuhi persyaratan kualitas, perbandingan antara bahan kering hijauan dengan konsentrat adalah 60 : 40. Selain menggunakan bahan pakan berupa hijauan dan konsentrat untuk mencapai kualitas susu yang baik adapula pakan tambahan berupa kolin klorida.
Kolin klorida dapat digunakan sebagai pakan tambahan untuk meningkatkan produksi dan menjaga kualitas susu sapi perah. Kolin klorida merupakan bagian dari fosfolipid esensial yang berfungsi dalam pembentukan sel, perbaikan maupun pemeliharaan sel, penyalur gerakan urat syaraf, dan andil yang terpenting dalam kualitas susu yaitu dapat meningkatkan metabolisme lemak dalam hati. Kolin merupakan nutrisi yang diperlukan bagi banyak spesies hewan karena kolin berfungsi dalam pembentukan fosfolipid untuk metabolisme lipoprotein (Trizana dkk, 2015). Kandungan kolin klorida dalam bahan makanan umumnya cukup dengan ransum yang tinggi protein, akan banyak kolin klorida dapat disintesis dari precursor dan asam amino tertentu. Bahan makanan yang kaya kolin klorida adalah tepung biji lobak, terung, limbah unggas, tepung ikan, tepung daging dan tulang, butir-butiran, bungkil kapas, bungkil kedele. Hasil ikutan pengolahan susu. Sumber kolin klorida sintesis yakni pada gandum, ragi, dedak padi, kedele, lesitin ( Tim Laboratorium,2008).







BAB III

PEMBAHASAN



3.1  Sapi Perah
Sapi perah merupakan ternak yang menghasilkan susu lebih banyak dibandingkan dengan ternak sapi betina potong, sapi perah dibudidaya untuk didapatkan susunya. Jenis sapi perah yang dikembangkan di Indonesia adalah bangsa Friesian Holstein (FH) dan peranakannya. Sapi yang berasal dari Belanda ini, memiliki ciri warna rambut hitam putih atau merah putih dengan corak yang jelas (Sudono, 1999). Sapi FH yang dikenal sebagai salah satu sapi perah Bos taurus yang berkemampuan memproduksi susu tinggi di daerah asalnya, ternyata cukup sulit dipertahankan potensi genetiknya untuk memproduksi susu pada kondisi iklim tropis Indonesia (Anggraeni dan Iskandar, 2008). Sapi perah FH cenderung mengalami penurunan kemampuan produksi ketika dipelihara pada kondisi berbeda, seperti pada budidaya di peternak rakyat dengan cekaman iklim tropis Indonesia. Pengaruh interaksi faktor genetik dan lingkungan diperkirakan sebagai faktor pembatas yang nyata. Meskipun demikian, terdapat variasi dari kemampuan individual ternak dalam menghasilkan susu dan beradaptasi dengan lingkungannya (Anggraeni, 2012).
Sapi perah laktasi merupakan masa dimana sapi perah sedang berproduksi setelah melahirkan anak. Sapi laktasi merupakan sapi pasca beranak, dimana nantinya sapi akan memproduksi susu kurang lebih selama 10 bulan (Susilorini, 2008). Menurut Putra (2009) menyatakan bahwa dalam pemeliharaan sapi laktasi sanitasi kandang dan kebersihan ambing harus selalu diperhatikan sebelum dilakukan pemerahan, agar kualitas susu tetap terjaga. Menurut Sutardi (1981) menyatakan bahwa pada sapi laktasi, kekurangan energi akan menurunkan produksi dan bobot hidup. Defisiensi energi yang parah dapat mengganggu reproduksi. Pelepasan air susu saat pemerahaan disebabkan oleh adanya rangsangan hormon oksitosin yang menyebabkan terjadinya kontraksi jaringan alveolus dan saluran-saluran kecil sehingga mendorong susu untuk keluar (Blakely dan Bade, 1998).
Secara garis besar karakteristik sapi Friesian Holstein yaitu warna tubuhnya hitam belang putih dengan pembatas yang jelas, terdapat warna putih berbentuk segitiga di dahi dengan kepala panjang, sebagian kecil saja berwarna putih atau hitam seluruhnya rambut ekor berwarna putih, pada saat dewasa bobot badannya bisa mencapai ±700 kg, merupakan bangsa sapi perah berbadan besar dengan produksi susu tinggi dibandingkan bangsa sapi perah lainnya, produksi susunya mencapai 6.335 liter per laktasi sementara di Indonesia rata-rata produksinya hanya mencapai 3.660 liter per laktasi dengan kadar lemak 3,7% (Prasetyo dkk., 2013). Produktivitas sapi perah selain ditentukan oleh faktor zooteknis yakni bangsa, umur, masa laktasi, pakan, dan manajemen pemeliharaan juga sangat dipengaruhi oleh iklim dalam hal ini suhu dan kelembaban udara (Abustam dkk., 2015).









3.2  Susu

Susu merupakan cairan berwarna putih kekuningan yang berasal dari sekresi kelenjar ambing yang belum melalui proses pengolahan, susu murni mengandung sekurang-kurangnya 3,25% dari lemak susu dan 8,25% padatan susu bukan lemak (protein, karbohidrat, vitamin larut air, dan mineral). Hal ini sesuai dengan pernyataan dari Imam Tohari, dkk (2017) bahwa susu merupakan hasil sekresi dari kelenjar mamae hewan mamalia yang diperoleh dengan cara proses pemerahan dari ternak yang sehat, mengandung nilai nutrisi dan bermanfaat bagi tubuh. Susu banyak mengandung zat gizi, diantaranya protein, karbohidrat, lemak, dan vitamin dan beberapa mineral, susu yang normal mempunyai sedikit rasa asin dan manis. Air susu merupakan minuman bergizi tinggi, khususnya karena mengandung protein yang bernilai tinggi serta mempunyai aroma spesifik khas susu. Komposisi susu terdiri dari air (87,75 %), lemak (3,6 %), protein (3,4 %), karbohidrat (4,5 %), mineral (0,75 %). Hal ini sesuai dengan pernyataan dari Utami, dkk (2015) bahwa komponen penyusun susu meliputi air sebesar 87.1%., protein 3.4%.,lemak 3.9%.,karbohidrat 4.9% dan mineral sebesar 0.7%. Kualitas fisik dan kimia susu sapi segar dipengaruhi oleh faktor bangsa sapi perah, pakan, sistem pemberian pakan, frekuensi pemerahan, metode pemerahan, perubahan musim dan periode laktasi. Susu yang memiliki total solid kurang dari 11% akan ditolak koperasi, sedangkan susu yang memiliki total solid antara 11-11,2% akan mendapatkan peringatan dan susu yang memiliki total solid lebih dari 11,3% akan mendapatkan bonus. Peternak harus memperhatikan ketentuan ini agar kualitas susu yang dihasilkan memiliki standar yang tinggi, berdaya saing serta aman dikonsumsi

3.2.   Produksi Susu

Jumlah produksi dan kualitas susu yang dihasilkan oleh sapi perah sangat bervariasi. Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap tingginya produksi dan kualitas susu ditentukan oleh banyak faktor, yang dikelompokkan menjadi dua kelompok yaitu faktor genetik dan faktor lingkungan. Faktor genetik yang mempengaruhi produksi dan kualitas susu antara lain: bangsa, faktor individu, faktor lama laktasi, estrus, hormonal, lama bunting, dan umur. Sedangkan faktor lingkungan yang berpengaruh terhadapa produksi dan kualitas susu antara lain: faktor pakan, lama pengeringan, kondisi saat beranak, jarak beranak, frekuensi pemerahan, perawatan dan perlakuan, penyakit, serta obat-obatan. Hal ini sesuai dengan pernyataan dari Riski, dkk (2016) bahwa produktivitas sapi perah sendiri dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya kualitas genetik ternak, tata laksana pemberian pakan, umur beranak pertama, periode laktasi, frekuensi pemerahan, masa kering kandang, dan kesehatan.

Kurva produksi susu dapat menggambarkan kemampuan produksi susu sapi perah. Kurva merupakan visualisasi dari persamaan yang dihasilkan dalam perhitungan. Kurva produksi susu sapi perah pada umumnya mengikuti pola yang teratur pada setiap periode laktasi, produksi susu akan terus meningkat sampai mencapai puncaknya pada periode laktasi III sampai V pada perodie ini disebut dengan persistensi merupakan kemampuan ternak sapi perah dalam mempertahankan produksi susu setelah melahirkan. Dalam kurva laktasi sapi perah ternak dapat mempertahankan produksi susu umur dan pada periode berikutnya produksi susu mulai berangsur-angsur menurun. Hal yang harus diperhatikan dalam menjaga produski susu agar tetap stabil adalah pakan, mempunyai pengaruh yang besar terhadap kualitas dan kuantitas susu, pada pemberian ransum yang tidak memadai menyebabkan produksi dan kadar lemak susu yang rendah. Adanya tambahan pakan konsentrat komersial menjadi salah satu pilihannya.


3.3.   Pakan

Pakan merupakan salah satu faktor yang dapat menentukan produktivitas dan keuntungan sapi perah. Pakan merupakan kontributor utama terbesar sebagai biaya produksi dalam industri peternakan yaitu sekitar 45-55%. Biaya yang dikeluarkan untuk pakan di Indonesia mencapai 60-70% dari total biaya produksi. Kondisi tersebut menyarankan pemberian pakan yang baik akan sangat menguntungkan bagi para peternak. Pemberian pakan pada ternak hendaknya memperhatikan dua hal yaitu kebutuhan hidup pokok dan kebutuhan produksi. Salah satu faktor yang mempengaruhi tampilan produksi dan kualitas susu tersebut adalah pakan. Tujuan utama pemberian pakan sapi perah adalah menemukan pakan ekonomis yang dapat memenuhi kebutuhan hidup pokok, kebuntingan, dan produksi susu bagi induk. Hal ini sesuai dengan pernyataan dari Trizana, dkk (2015) bahwa pakan sapi perah terutama untuk induk sapi yang sedang berproduksi susu, terdiri dari sejumlah hijauan dan konsentrat. Hijauan dan konsentrat ini harus diberikan dalam perimbangan tertentu agar produksi dan kualitas susu yang tinggi dapat dicapai. Untuk mencapai produksi susu yang tinggi dengan tetap mempertahankan kadar lemak susu dalam batas-batas yang memenuhi persyaratan kualitas, perbandingan antara bahan kering hijauan dengan konsentrat adalah 60 : 40. Selain menggunakan bahan pakan berupa hijauan dan konsentrat untuk mencapai kualitas susu yang baik ada pula pakan tambahan berupa kolin klorida.
Kolin klorida adalah golongan vitamin, namun dapat disintesis di dalam tubuh. Kolin klorida merupakan bagian dari fosfolipid esensial yang berfungsi dalam pembentukan sel, perbaikan maupun pemeliharaan sel, penyalur gerakan urat syaraf, dan andil yang terpenting dalam kualitas susu yaitu dapat meningkatkan metabolisme lemak dalam hati. Kolin merupakan nutrisi yang diperlukan bagi banyak spesies hewan karena kolin berfungsi dalam pembentukan fosfolipid untuk metabolisme lipoprotein. Kolin merupakan faktor lipotropik yang berperan dalam mencegah penimbunan lemak dalam hati, tetapi mempertinggi penimbunan lemak tubuh. Kolin berperan dalam merangsang metabolisme lemak dalam hati yaitu mencegah akumulasi lemak dalam hati dengan jalan merangsang pengangkutan dalam bentuk lecithin atau dengan jalan meningkatkan penggunaannya. Kolin klorida dapat digunakan sebagai pakan tambahan untuk meningkatkan produksi dan menjaga kualitas susu sapi perah. Kolin klorida merupakan bagian dari fosfolipid esensial yang berfungsi dalam pembentukan sel, perbaikan maupun pemeliharaan sel, penyalur gerakan urat syaraf, dan andil yang terpenting dalam kualitas susu yaitu dapat meningkatkan metabolism lemak dalam hati. Kolin merupakan nutrisi yang diperlukan bagi banyak spesies hewan karena kolin berfungsi dalam pembentukan fosfolipid untuk metabolisme lipoprotein.

Kolin klorida digunakan sebagai aditif pakan yang penting dalam spesies hewan. Volume yang signifikan bahan ini digunakan dalam feed untuk unggas, Babi, Ternak ruminansia, Aqua, hewan peliharaan, dan kuda. Hal ini juga dikenal sebagai vitamin B4 meskipun dibutuhkan di tingkat yang jauh lebih tinggi daripada vitamin. Kolin klorida membantu untuk mempertahankan integritas membran sel dan pematangan tulang rawan normal, sehingga mencegah perosis. Fungsi lainnya termasuk pencegahan akumulasi lemak abnormal, dan sebagai prekursor asetilkolin sintesis. Kekurangan Kolin telah diproduksi dalam beberapa spesies hewan. Jagung dan biji-bijian lainnya adalah rendah sumber vitamin. Untuk alasan ini, Diet praktis untuk unggas dan babi harus dilengkapi dengan Kolin. Sumber yang paling umum dari Kolin untuk diet hewan adalah Kolin klorida, yang secara murni berisi 86.79% Kolin. Hal ini sesuai dengan pernyataan dari Tim Laboratorium (2008) bahwa kandungan choline dalam bahan makanan umumnya cukup dengan ransumyang tinggi protein, akan banyak choline dapat disintesis dari precursor dan asam amino tertentu. Bahan makanan yang kaya choline adalah tepung biji lobak, terung, limbah unggas, tepung ikan, tepung daging dan tulang, butir-butiran, bungkil kapas, bungkil kedele. Hasil ikutan pengolahan susu. Sumber choline sintesis lembaga gandum, ragi, dedak padi, kedele, lesitin. Penelitian Jayanti (2017) melaporkan pakan yang diberi tambahan kolin klorida menghasilkan kadar urea darah sapi perah laktasi dengan pakan berkisar 6,81-20,73 mg/dl. Menurut Zeisel and Da Costa (2009), kolin merupakan beta-hydroxyethyl tri-methylammonium hidroksida yang tersebar luas di alam sebagai kolin bebas, asetilkolin, fosfolipid yang lebih kompleks dan intermediet metabolismenya. Kolin merupakan metabolit penting dalam jaringan ambing yang akan selalu dimanfaatkan apabila tersedia, terutama dalam metabolisme lipid. Meningkatnya metabolisme lipid tersebut dapat berakibat pada peningkatan produksi lemak dalam susu.

Peningkatan lemak susu pada perlakuan suplementasi kolin klorida diduga terjadi akibat meningkatnya metabolisme lemak dalam tubuh. Kolin memiliki efek yang serupa dengan modifikasi lemak dalam membran sel. Sifat modifikasi lemak kolin memungkinkan membran sel untuk beroperasi dengan fleksibilitas yang lebih besar dalam menangani baik molekul yang larut dalam air dan molekul yang larut dalam lemak. Tanpa kolin, banyak nutrisi berbasis lemak dan produk-produk limbah tidak bisa keluar masuk sel. Kolin merupakan kunci dari struktur-struktur lemak yang ada dalam membran sel. Membran sel yang hampir seluruhnya terdiri dari lemak mengakibatkan ketergantungan pada kecukupan pasokan kolin untuk fleksibilitas dan integritas membran sel. Hal tersebut sesuai dengan USDA (2008) bahwa kolin sangat penting untuk integritas struktural membran sel dan trans-membrane signaling. Struktur membran yang membutuhkan asupan kolin adalah fosfatidikolin (lesitin) dan sphingomyelin. Pembentukan fos-fatidikolin didalam sel sangat penting karena merupakan salah satu komponen penyusun membran sel. Tanpa adanya fosfatidikolin membran sel akan kaku dan kehilangan permeabilitasnya.



                                                                                                                    




        Hasil pengamatan Trizana, dkk (2015) dengan perlakuan T0 yaitu pakan tanpa penambahan kolin klorida dan T1 yaitu pakan dengan penambahan kolin klorida (30 g/ekor/hari) dalam pakan terhadap tampilan produksi susu terlihat bahwa tampilan produksi susu sapi perah laktasi pada perlakuan T0 dan T1 masih tergolong normal yang berkisar 10,51–19,68 liter/ekor/hari. Hal ini sesuai dengan pendapat Utomo dan Miranti (2010) bahwa rata-rata produksi susu sapi perah yang ada di Indonesia sekitar 10 liter/ekor/hari.  Berdasarkan hasil analisis ragam terlihat bahwa rata-rata produksi susu perlakuan T1 menunjukkan hasil yang lebih banyak baik dalam satuan volume (liter) maupun dalam satuan bobot (kg) daripada perlakuan T0. Hal ini mengindikasikan bahwa dengan penambahan kolin klorida sebanyak 30 g/ekor/hari dalam pakan sapi perah laktasi mampu meningkatkan pemeliharaan dan perbaikan struktur membran sel termasuk sel-sel sekretori. Sel-sel sektretori merupakan sel yang berfungsi dalam sintesis susu selama sapi perah laktasi. Oleh karena itu, semakin cepat terpacunya perbaikan sel-sel sekretori maka sintesis susu yang dilakukan berlangsung optimal. Hal ini sesuai dengan The National Academies (1998) bahwa kolin klorida berperan penting dalam pembentukan sel, pemeliharaan sel serta perbaikan keutuhan struktur membran sel.

 
















Peningkatan produksi susu ini juga diduga karena kolin klorida mampu meningkatkan VFA (Volatile Fatty Acid). VFA terdiri dari asam asetat, asam propionat, dan asam butirat yang merupakan bahan baku dan sumber energi dalam sintesis susu. Oleh karena itu, semakin meningkatnya produksi VFA maka semakin meningkat pula bahan baku dan ketersediaan energi untuk sintesis susu. Hal ini sesuai dengan pendapat Parakkasi (1999) bahwa dengan pemberian kolin sebanyak 500 mg/kg pakan dapat meningkatkan total bakteri rumen, produksi gas dan VFA. Hasil penelitian ini sesuai dengan pendapat Xu et al. (2006) yang menyatakan bahwa dengan pemberian kolin klorida pada sapi sebanyak 30 g/hari dapat meningkatkan produksi susu menjadi 29,5 kg/hari dibandingkan pakan tanpa penambahan kolin klorida yaitu 25,4 kg/hari. Mohsen et al. (2011) menambahkan bahwa peningkatan produksi susu dengan pemberian kolin klorida dimungkinkan karena salah satu atau lebih dari alasan berikut yaitu kecernaan nutrisi yang lebih tinggi, pemberian kolin klorida meningkatkan produksi susu dengan cara meningkatkan lipid dari metabolisme hati. Selain alasan tersebut, kolin klorida berkontribusi dalam pencegahan terhadap gangguan metabolisme seperti metabolisme lipid yang abnormal.

BAB IV

PENUTUP

4.1.   Kesimpulan

Dengan penambahan kolin klorida sebanyak 30 g/ekor/hari dalam pakan sapi perah laktasi mampu meningkatkan pemeliharaan dan perbaikan struktur membran sel termasuk sel-sel sekretori sehingga produksi susu meningkat.

4.2.   Saran

Adapun saran penulis dalam pemanfaatan zat aditif klorin terhadap pakan sapi perah perlu ditindaklanjuti dan diterapkan kepada masyarakat agar dapat membantu para peternak khususnya untuk meningkatkan kualitas susu dan produksi sapi perah.














DAFTAR PUSTAKA



Riski, P., Purwanto B. P., dan Atabany A. 2016. Produksi dan Kualitas Susu Sapi FH Laktasi yang Diberi Pakan Daun Pelepah Sawit. Jurnal Ilmu Produksi dan Teknologi Hasil Peternakan. Vol. 4(2): 345-349.

Tim Laboratorium IPTEK IPB. 2008. Pengetahuan Bahan Pakan Ternak.

Tohari, Imam, Masdiana Ch. P., dan Premy P. R. 2017. Teknologi Hasil Ternak. UB Press.

Malang.

Trizana, D., Sri A. B. S, dan C. Budiarti Soejono. 2015. Pengaruh Penambahan Kolin Klorida dalam Pakan terhadap Produksi, Total Solid, dan Persistensi Susu Sapi Perah Laktasi. Jurnal Ilmu-Ilmu Peternakan. Vol 26 (1): 66 – 74.

USDA. 2008. USDA Database  for The Choline Content of Common  Foods. Release 2.

Beltsville, MD: US Department of Agriculture.

Utami, K. B., Lilik E. R., dan Puguh S. 2015. Kajian Kualitas Susu Sapi Perah PFH (Studi Kasus pada Anggota Koperasi Agro Niaga di Kecamatan Jabung Kabupaten Malang). Jurnal Ilmu-Ilmu Peternakan. Vol: 24 (2): 58 – 66.

Zeisel S. H. and K. A. Da Costa. 2009. Choline: An Essential Nutrient for Public Health.
Journal of Nutr. Rev. Vol  67 (11): 615–623.



Komentar

Postingan populer dari blog ini

makalah sistem pertanian terpadu

Kebutuhan Nutrisi pada Itik Petelur

makalah penetasan pada unggas