makalah manajemen sapi laktasi

BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
            Salah satu jenis sapi perah yang banyak dikembangkan di Indonesia adalah FriesienHolstein (FH) sapi ini berasal dari Belanda, sapi ini sudah beradaptasi cukup baik di Indonesia dengan rata-rata produksi 10-15 liter/hari, tetapi hal ini masih jauh dari produksi dinegara asal yang mencapai lebih dari 25 liter/hari. Salah satu faktor keberhasilan berternak sapi perah terletak pada manajemen pemeliharaan, hal ini sangat penting karena pada masa kehidupan sapi perah yang dimulai dari pedet sampai dewasa diperlukan manajemen pemeliharaan yang berbeda-beda.
Salah satunya adalah manajemen pemeliharaan pada saat masa laktasi hal ini penting karena pada masa laktasi membutuhkan asupan nutrisi yang cukup banyak yang digunakan untuk kebutuhan nutrisi pedet yang berasal dari susu yang diproduksi serta nutrisi yang dibutuhkan untuk perbaikan tubuh sapi itu sendiri setelah beranak. Hal tersebut harus diperhatikan karena bila tidak diperhatikan maka akan terjadi hal-hal yang dapat membahayakan ternak itu sendiri dan merugikan peternak seperti pedet kekurangan gizi karena produksi susu yang rendah serta kualitas yang rendah pula, gangguan reproduksi pada induk sehingga akan memperpanjang interval kelahiran yang mengakibatkan biaya pakan lebih banyak dan milk fever atau kelumpuhan yang dapat menyebabkan kematian bila tidak segera ditangani.
Tidak hanya pakan saja tetapi masih banyak sekali yang harus diperhatikan dalam manajemen pemeliharaan sapi perah laktasi antara lain recording atau pencatatan, perkandangan, sanitasi atau kebersihan dalam pemerahan.











1.2.Rumusan masalah
Dari latar belakang tersebut dapat dirumuskan masalah sebagai berikut,
1.2.1.      Bagaimana cara memanajemen pemeliharaan sapi perah laktasi meliputi nutrisi, recording atau pencatatan, perkandangan, sanitasi dalam pemerahan.

1.3.Tujuan
Adapun tujuan dari rumusan masalah diatas sebagai berikut,
1.3.1.      Untuk mengetahui memanajemen pemeliharaan sapi perah digunakan dalam menghasilkan produksi susu yang tinggi

1.4.Manfaat
Manfaat dari penulisan makalah ini adalah kita dapat memahami cara memanajemen pemeliharaan sapi perah.





















BAB II
PEMBAHASAN

Performan produksi susu sapi perah secara teknis dipengaruhi antara lain oleh manajemen pemberian pakan, curahan tenaga kerja, pengendalian penyakit dan sistem perkandangan; selain pengelolaan reproduksi dan kondisi lingkungan
1.        Manajemen Pemberian Pakan
Periode awal laktasi yaitu trisemester pertama atau yang disebut 100 hari pertama laktasi merupakan periode kritis, sehingga sapi membutuhkan pemenuhan nutrisi yang relatif banyak dalam pakannya khususnya pada sapi perah yang berproduksi tinggi. Usaha peningkatan dan perbaikan kualitas produksi dilakukan dengan cara perbaikan mutu genetik dan perbaikan manajemen pakan.
Pakan menjadi salah satu faktor penting dalam usaha ternak sapi perah. Jenis pakan yang diberikan akan mempengaruhi produksi dan kualitas susu, serta bisa berpengaruh terhadap kesehatan sapi perah. Pakan sapi perah umumnya dibagi tiga, yaitu : (1) Hijauan,(2) Kacang-kacangan, dan 3) Limbah pertanian. Penambahan pakan berupa konsentrat dan hijauan akan meningkatkan konsumsi zat-zat gizi yang berdampak terhadap peningkatan kemampuan berproduksi susu. Apabila potensi genetiknya sudah optimal, maka tidak akan terjadi peningkatan kemampuan berproduksi susu dan peningkatan konsumsi zat gizi tersebut akan berdampak terhadap pertambahan bobot badan (Siregar, 2001).
Pemberian pakan menurut fase periode laktasi:
1.1    Fase 1, Laktasi Awal (0-72 hari)
Pada saat awal laktasi ini produksi susu tinggi, namun konsumsi pakan kurang. Sehingga jaringan-jaringan tubuh akan dirombak menjadi zat-zat makanan yang diperlukan. Untuk menangani hal ini dapat ditingkatkan pemberian konsentrat per hari dan pemberian hijauan yang berkualitas tinggi.
1.2    Fase 2, Komsumsi BK puncak (10 mgg kedua)
Pada fase ini sapi perah laktasi tetap diberi pakan yang berkualitas untuk mempertahankan produksi susunya. Dapat diberikan hijauan dan konsentrat, dan membatasi pemberian urea.
1.3    Fase 3, Laktasi Akhir (140-305 hari)
Pada fase ini sapi tidak terlalu membutuhkan konsumsi pakan dalam jumlah besar karena produksi susu yang menurun, disamping hal itu sapi juga dalam kondisi bunting sehingga kebutuhan zat makanan dapat terpenuhi atau bahkan dapat melebihi kebutuhan. Sehingga pada fase inilah dapat ditingkatkan bobot badan sapi yang hilang pada fase awal laktasi.

Hijauan diberikan siang hari setelah pemerahan sebanyak 30 - 50 kg/ekor/hari. Pakan berupa rumput bagi sapi perah dewasa umumnya diberikan sebanyak ± 10 % dari bobot badan (BB) dan pakan tambahan sebanyak 1 - 2 % dari BB. Sapi yang sedang menyusui ( laktasi) memerlukan makanan tambahan sebesar 25 % hijauan dan konsentrat dalam ransumnya.Hijauan yang berupa rumput segar sebaiknya ditambah dengan jenis kacang - kacangan ( legum ). Pemberian pakan dan minum bagi sapi perah, dapat diberikan sebagai berikut :
1.      Pakan hijauan diberikan 2 - 3 kali sehari yaitu pagi dan siang sesudah pemerahan. Pakan hijauan diberikan sebanyak ± 10 % dari berat badan (BB);
2.      Pakan konsentrat diberikan dalam keadaan kering, sesudah pemerahan 1 - 2 kali sehari sebanyak 1,5 - 3 % dari berat badan (BB), Pemberian pakan konsentrat sebaiknya diberikan pada pagi hari dan sore hari sebelum sapi diperah
3.      Air minum disediakan secara tidak terbatas (ad libitum ) atau sebanyak 10 % dari berat badan per hari.
Pemberian pakan yang baik dengan jumlah yang cukup akan mendapatkan sapi dengan produksi yang optimal. Miller (1979) menjelaskan bahwa, nutrien dibutuhkan ternak untuk:
1) Pemenuhan kebutuhan hidup pokok (maintenance),
2) Pertumbuhan atau penggemukan badan,
3) Sintesis dan sekresi susu, dan
4) Bekerja atau mengerjakan sesuatu yang melebihi normal.
Kebutuhan energi pada sapi perah laktasi ditentukan oleh kebutuhan untuk hidup pokok yang dipengaruhi oleh berat badan, sedangkan kebutuhan untuk produksi susu dipengaruhi oleh banyaknya susu yang disekresikan dan kadar lemak yang terkandung di dalam susu (Bath  et al., 1985). Kebutuhan sapi perah laktasi terhadap nutrisi pakan erat hubungannya dengan bobot badan dan produksi susu yang dihasilkannya, sedangkan konsumsi pakan erat kaitannya dengan kandungan serat kasar pakan sehingga konsumsi pakan akan menurun apabila kandungan serat kasar pakan tinggi (Sutardi, 1981).

Negatif Energy Balance (NEB)
            Menurut Collard (2000), Keseimbangan Energi yang Negatif (Negative Energy Balance) terjadi karena ternak tidak bisa mengkonsumsi energi dalam jumlah mencukupi dari ransum untuk mengkompenssi tingginya kebutuhan energi sehubungan dengan tingginya produksi susu selama periode awal laktasi. Selama periode puncak prouksi di awal laktasi ketika permintaan metabolis sangat tinggi, maka sebagian besar nutrisi diperlukan untuk sintesis laktose, protein dan trigliserida yang sulit terpenuhi dari konsumsi energi (BELL, 1995).
            Sapi betina membutuhkan energi yang banyak selama awal laktasi disebabkan sapi tersebut memiliki keterbatasan untuk meningkatkan konsumsi nutrisi, bersamaan dengan proses produksi susu yang meningkat cepat, sehingga terjadi kenaikan mobilisasi cadangan lemak dalam tubuh.

2.      Sanitasi atau Kebersihan Sapi dan Kandang
a.       Membersihkan Sapi
Sapi-sapi yang sedang dipelihara dan sedang berproduksi hendaknya dibersihkan badannya, selain supaya menghasilkan susu yang bersih juga sapi-sapi supaya tetap sehat. Sapi-sapi betina yang diperah hendaknya disikat tiap hari untuk menghilangkan rambut-rambut yang gugur. Rambut-rambut yang panjang tumbuh pada ambing, kaki bagian belakang dan bagian belakang dari daerah lipat paha hendaklah digunting pendek untuk mencegah adanya kotoran-kotoran yang menempel padanya, sehingga menjaga kemungkinan adanya kotoran yang dapat jatuh ke dalam air susu pada waktu sapi tersebut diperah.
b.      Membersihkan Kandang
Sebelum sapi diperah kandang tempat di mana sapi itu hendak diperah harus dibersihkan atau dicuci dulu dan dihilangkan dari bau-bauan, baik yang berasal dari kotoran sapi maupun dari makanan atau hijauan yang berbau (silage). Karena air susu itu mudah sekali menyerap bau-bauan yang dapat mempengaruhi kualitas air susu. Sebaiknya sapi yang hendak diperah diberikan makanan penguat lebih dulu, supaya sapi tersebut dalam keadaan tenang. Jangan diberikan rumput atau hijauan lainnya sebelum atau selama diperah untuk menjamin air susu yang dihasilkan tetap bersih dan mempunyai kualitas yang baik.

Kebutuhan Kondisi Kandang Sapi Perah Masa Kering
Kandang bagi sapi perah laktasi maupun ternak lainnya tidak hanya berfungsi sebagai tempat tinggal, namun juga harus dapat memberi perlindungan dari segala aspek yang mengganggu. Keberadaan kandang untuk sapi yang akan beranak atau kandang kering kandang sangat penting. Hal ini disebabkan  sapi yang akan beranak memerlukan exercise atau latihan persiapan melahirkan (bisa  berupa jalan-jalan di dalam kandang) untuk merangsang kelahiran normal.
Disamping beberapa persyaratan yang harus dipenuhi dalam membangun kandang sapi laktasi, ada persyaratan khusus yang harus dipenuhi dalam membangun kandang di daerah dataran rendah. Persyaratan tersebut berupa perlindungan terhadap suhu udara yang relatif panas yang dapat menganggu konsumsi ransum dan produksi susu sapi perah laktasi yang ada dalam kandang tersebut.Bahan kandang dapat dipilih bukan hanya yang tahan lama dan mudah didapat, tetapi juga tidak menimbulkan pantulan pantulan panas terhadap sapi perah yang ada dalam kandang. Lantai kandang umpamanya dapat terbuat dari kayu, papan tebal ataupun dari beton. Sedangkan atap kandang dapat terbuat dari genting, asbes, ijuk ataupun daun rumbia yang dianyam (Siregar, 1996). Kandang sapi perah laktasi jika berada di daerah dataran rendah sebaiknya dibangun pada lokasi yang teduh atau diberi peneduh dengan cara menanam pohon-pohonan di sekitar kandang. Diusahakan agar posisi kandang tidak menghadap sinar matahari secara langsung. Apabila tidak banyak angin dan tidak bertiup keras, kandang tidak perlu diberi berdinding. Dinding hanya disarankan dibuat pada bagian depan sapi dengan tinggi sekitar 1,0 - 1,5 m. Ruangan kandang harus mempunyai fentilasi atau perputaran udara yang cukup sempurna . Untuk itu disarankan agar tinggi atap kandang tidak kurang dari 4,5 m apabila bahan atap kandang itu terbuat dari genting, daun rumbia ataupun ijuk. Sedangkan apabila bahan atap kandang terbuat dari asbes, tinggi atap sebaiknya 5 m.
Ukuran ideal kandang sapi kering per ekor adalah 2-2,5 x 7 x 1 m (lebar 2-2,5 m , panjang 7 m dan tinggi 1 m). Ukuran tempat pakan sama, dengan ukuran tempat pakan di kandang sapi masa produksi, tempat pakan ini bias ditempatkan di tengah kandang. Untuk sapi bunting masa kering kemiringan kandang tidak boleh melebihi dari 50 hal ini bertujuan agar ternak tersebut tidak tergelincir yang bisa menyebabkan gangguan pada janin yang di kandung.
1.      Kandang Sapi Dewasa (sapi laktasi)
Ukuran kandang 1,75 x 1,2 m, masing – masing dilengkapi tempat pakan dan tempat air minum dengan ukuran masing – masing 80 x 50 cm dan 50 x 40 cm. Kandang sapi dewasa dapat juga dipakai untuk sapi dara.
2.      Kandang isolasi / Kandang darurat
Kandang ini dibangun sebagai tempat pengobatan sapi yang sakit. Pada tempat ini sapi yang sakit dapat diobati dengan mudah dan sapi tidak sulit untuk ditangani. Ukuran kandang yaitu; panjang 150 cm, lebar 55 cm, dan tinggi 150 cm. Letaknya terpisah dengan kandang sapi yang sehat dengan tujuan penyakit tidak mudah menular.
3.      Kandang melahirkan
Ukurannya 6 x 6 m, perlengkapannya sama dengan kandang sapi dewasa. Lantainya miring kearah pintu, tiap 1 m turun 1 cm dan dibuat kasar. Sebaiknya kandang melahirkan ini tidak dekat dengan kandang pedet. Selokan pembuangan terpisah dari selokan kandang dewasa. Sudut – sudut dinding dibuat melengkung agar mudah dibersihkan.

3.    Recording atau Pencatatan Pada Sapi Perah
Aspek yang diamati diantaranya sebagai berikut ;
1. Bangsa sapi yang dipelihara
2. Pengetahuan berahi
3. Umur beranak pertama
4.. Saat dikawinkan setelah beranak
5. Calving interval yaitu selang waktu beranak sampai beranak selanjutnya. Selang waktu yang ideal yaitu 12-13 bulan sehingga sapi memiliki waktu yang tepat untuk masa pemerahan dan pengeringan. Selang beranak dalam waktu yang lebih lama akan meningkatkan produksi susu namun tidak efisien.
Kegagalan dalam IB disebabkan karena kurangnya asupan nutrisi pakan dan waktu inseminasi yang kurang tepat. Tyler & Ensminger (2006) menyatakan bahwa beberapa faktor yang menyebabkan gagalnya reproduksi yaitu kesalahan dalam menginseminasi, mendeteksi berahi, serta adanya penyakit.

4.      Pencegahan Penyakit
             Tindakan pertama yang dilakukan pada usaha pemeliharaan sapi perah adalah melakukan pencegahan terjangkitnya penyakit pada ternak. Beberapa langkah pencegahan adalah sebagai berikut :
1.      Lahan yang digunakan untuk memelihara sapi perah harus bebas dari penyakit menular.
2.      Kandang sapi perah harus kuat, aman dan bebas penyakit. Apabila digunakan kandang bekas sapi yang telah terserang penyakit, kandang cukup dicucihamakan dengan disinfektan, kemudian dibiarkan beberapa saat.
3.       Sapi yang baru masuk sebaiknya dimasukkan  ke kandang karantina dulu dengan perlakuan khusus. Ternak yang diduga bulunya membawa penyakit sebaiknya dimandikan dan digosok dengan larutan sabun karbol, Neguvon, Bacticol Pour, Triatex atau Granade 5% EC dengan konsentrasi 4,5 gram/3 liter air. Untuk membasmi kutu, sapi dapat juga dimandikan larutan Asuntol  berkonsentrasi 3-6 gram/3 liter air.
4.      Kandang dan lingkungan tidak boleh lembab dan bebas dari genangan air. Kelembaban yang tinggi dan genangan air mengakibatkan perkembangan nyamuk atau hewan sejenis yang menggigit dan menghisap darak ternak.
5.      Dilakukan vaksinasi secara teratur. Vaksinasi bertujuan untuk mencegah terjangkitnya penyakit oleh Virus.



BAB III
Kesimpulan dan Saran

3.1.Kesimpulan
1.      Periode awal laktasi yaitu trisemester pertama atau yang disebut 100 hari pertama laktasi merupakan periode kritis, sehingga sapi membutuhkan pemenuhan nutrisi yang relatif banyak dalam pakannya khususnya pada sapi perah yang berproduksi tinggi.
2.      Ukuran ideal kandang sapi kering per ekor adalah 2-2,5 x 7 x 1 m (lebar 2-2,5 m, panjang 7 m dan tinggi 1 m). Untuk sapi bunting masa kering kemiringan kandang tidak boleh melebihi dari 50 hal ini bertujuan agar ternak tersebut tidak tergelincir yang bisa menyebabkan gangguan pada janin yang di kandung. Ada beberapa kandang yang digunakan dalam pemeliharaan sapi perah yaitu Kandang isolasi / Kandang darurat, Kandang Sapi Dewasa (sapi laktasi) dan Kandang melahirkan
3.      Aspek pembibitan dan reproduksi yang diamati diantaranya adalah bangsa sapi yang dipelihara, pengetahuan berahi, umur beranak pertama, saat dikawinkan setelah beranak danCalving interval.
4.      Calving interval yaitu selang waktu beranak sampai beranak selanjutnya. Selang waktu yang ideal yaitu 12-13 bulan sehingga sapi memiliki waktu yang tepat untuk masa pemerahan dan pengeringan. Selang beranak dalam waktu yang lebih lama akan meningkatkan produksi susu namun tidak efisien.

3.2. Saran
Makalah ini jauh dari kata sempurna maka dari itu disarankan untuk dapat mengkritik dan memberi saran, guna membangun makalah ini menjadi lebih baik dari sebelumnya






DAFTAR PUSTAKA

Anggraeni, A., Dwiyanto, K. 2002. Variasi Periode Kawin Pertama Postpartus Sapi Friesien-Holstein di Stasiun Bibit BPTU Baturaden, Banyumas Jawa Tengah. Semiloka Nasional Prospek Industri Sapi Perah Menuju Perdagangan Bebas
Anonimus, 2001. Feeding the Dairy Cow during Lactation. Available at http://www.anim-sci. agrenv.mcgill.ca-/courses/450/topics/9.pdf. Accession date 22nd september 2017
Arora, S.P. 1995. Pencernaan Mikrobia pada Ruminansia. Cetakan ke-2. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta
Bath, D, L., F. N. Dickinson, H. A. Tucker, and R. D. App;emen 1985. Dairy Cattle: Principles, Practices, Problems, Profits. 3rd edition. Lea and Febiger, Philadelphia
Miller, W. J. 1979. Dairy Cattle Feeding and Nutrition. Academic Press, New York, San Fransisco, London
NRC., 2001. Nutrient Requirement of Dairy Cattle. Seventh Revised Edition 2001 : National Academic Press, Washington DC.
Parakkasi, A. 1998. Ilmu Nutrisi dan  Makanan     Ternak     Ruminan. University Indonesia Press, Bogor.
Siregar, S.B. 1996. Pemeliharaan Sapi Perah Laktasi di Dataran Rendah. WARTAZOA. 5 (1) : 1-5
Siregar, S.B. 2001. Peningkatan Kemampuan Berproduksi Susu Sapi Perah Laktasi Melalui Perbaikan Pakan dan Frekuensi Pemberiannya. Jurnal Ilmu Ternak dan Veteriner. 6 (2) : 76 - 82
Sutardi, T. 1981. Sapi Perah dan Pemberian Makanannya. Fakultas Peternakan : Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Van Soest, P. J. 1994. Nutritional Ecology of The Ruminant. 2nd ed. Comstock Publishing Associates A Division of Cornell Uniersity Press : Ithaca and London.

http://bagus-winarto-fkh13.web.unair.ac.id diakses pada tanggal 26 september 2017

Komentar

Postingan populer dari blog ini

makalah sistem pertanian terpadu

contoh manual mutu produk pangan yang sederhana