Penggunaan BTM pada Produk Daging
Pengertian BTM
(Bahan Tambahan Makanan)
Bahan Tambahan
Makanan (food additive) adalah bahan yang biasanya tidak digunakan sebagai
makanan dan biasanya bukan merupakan komponen khas makanan, mempunyai atau
tidak mempunyai nilai gizi, yang dengan sengaja ditambahkan ke dalam makanan
untuk maksud teknologi pada pembuatan, pengolahan, penyiapan, perlakuan,
pengepakan, pengemasan dan penyimpanan. Zat tambahan makanan berarti bahan apa
pun yang biasanya tidak dimakan sendiri sebagai suatu makanan dan biasanya
tidak digunakan sebagai bahan-bahan khas untuk makanan, baik mempunyai nilai
gizi atau tidak, yang bila ditambahkan dengan sengaja pada makanan untuk tujuan
teknologi diharapkan berakibat (secara langsung atau tidak langsung) makanan
itu atau hasil sampingannya menjadi bagian komponen makanan itu atau
mempengaruhi ciri-ciri makanan itu. Istilah ini tidak mencakup “pencemar” atau
zat-zat yang ditambahkan pada makanan untuk mempertahankan atau memperbaiki
mutu gizi. Beberapa zat kimia ditambahkan pada makanan untuk meningkatkan
keawetannya, untuk membuat makanan itu dapat diproduksi secara missal atau
untuk meningkatkan daya tarik bagi konsumennya dalam segi warna, rasa, bentuk
dan kemudahan. Bahan tambahan sangat membantu proses pengolahan makanan selama
kadarnya tidak melebihi kadar yang dapat ditolerir oleh tubuh. Saat ini,
industri makanan telah berkembang demikian pesat dengan proses pengolahan yang
sangat maju. Bahkan dalam rumah tangga pun telah menggunakan bahan-bahan
tambahan.
Zaman dahulu,
hasil produksi suatu makanan hanya dapat dijual di dalam lingkungan yang sangat
terbatas, tetapi sekarang sudah memungkinkan diedarkan ke seluruh dunia. Bahan
tambahan tersebut dapat berupa bahan pengawet, bahan pemanis buatan, penyedap
rasa dan bahan pewarna. Sejak pertengahan abad ke-20 ini, peranan bahan
tambahan pangan (BTP) khususnya bahan pengawet menjadi semakin penting sejalan
dengan kemajuan teknologi produksi bahan tambahan pangan sintesis. Banyaknya
bahan tambahan pangan dalam bentuk murni dan tersedia secara komersil dengan
harga yang relatif murah akan mendorong meningkatnya pemakaian bahan tambahan
pangan berarti meningkatkan konsumsi bahan tersebut bagi setiap individu.
Daging termasuk makanan yang mengandung protein. Protein merupakan salah satu
makanan yang penting bagi tubuh, mempunyai fungsi sebagai pertumbuhan sel,
pengganti sel yang rusak dan sebagai bahan bakar dalam tubuh manusia. Oleh
sebab itu kekurangan protein dapat menyebabkan gangguan pada manusia. (Nur dan
Dyah, 2012).
Eritrosin
dan merah allura
Eritrosin dan
merah allura merupakan pewarna makanan yang diizinkan penggunaannya namun
beresiko terhadap kesehatan jangka panjang. Nitrit yang biasa digunakan sebagai
pengawet dan mempertahankan warna merah sosis, juga bersifat toksik dan
karsinogenik. Pemberian warna pada umumnya diselaraskan dengan warna alami
bahan makanan tersebut. Seperti pada sosis sapi, warna yang dihasilkan
hendaknya sesuai dengan warna daging sapi yakni merah keunguan, namun karena
proses pengolahan dan pemanasan maka warna yang dihasilkan menjadi merah pucat atau bahkan kecoklatan (Wahyuni, 2012).
Garam
nitrat dan nitrit
Daging mudah
rusak, untuk penyimpanan yang lama dibutuhkan bahan pengawet. Nitrat dan nitrit
merupakan salah satu zat pengawet yang digunakan dalam proses pengawetan daging
untuk memperoleh warna yang baik dan mencegah pertumbuhan mikroba. Nitrit
sebagai pengawet diijinkan penggunaannya, akan tetapi perlu diperhatikan
penggunaannya dalam makanan agar tidak melampaui batas, sehingga tidak
berdampak negatif terhadap kesehatan manusia. Permenkes RI No.
1168/Menkes/Per/X/1999 tentang bahan tambahan makanan, membatasi penggunaan
maksimum pengawet nitrit di dalam produk daging olahan yaitu sebesar 125 mg/kg.
Konsumsi nitrit yang berlebihan dapat menimbulkan kerugian bagi pemakainya,
baik yang bersifat langsung, yaitu keracunan, maupun yang bersifat tidak
langsung, yaitu nitrit bersifat karsinogenik. (Nur dan Dyah , 2012)
Nitrit dapat
mengembalikan nada vaskular setelah iskemia / reperfusi dan pengganti hilangnya
oksida nitrat yang berasal dari eNOS pada tikus yang mengalami eNOSdefisien.
Berbeda dengan pemberian oksida nitrat yang berasal dari eNOS ke endotelium
untuk mempertahankan nada vasomotor, produksi oksida nitrat dari nitrit terjadi
terutama pada jaringan. Ada 2 sistem untuk mengurangi nitrat menjadi nitrit
pada mamalia. Sistem pertama yang diidentifikasi untuk mencapainya adalah
tindakan bakteri gramnegatif komersil di lidah untuk mengurangi nitrat saliva.
Konsentrasi plasma nitrat dalam air liur terjadi sebagai bagian dari sirkulasi
enterosalivari diet nitrat. Sekitar 25% nitrat yang tertelan disekresikan dalam
air liur, dimana sekitar 20% (atau '5-8% asupan nitrat) diubah menjadi nitrit
oleh bakteri komensal di lidah. (Hord et al, 2009).
Komentar
Posting Komentar